Perlunya Diet Omongan

Sumber dari grup sebelah/ sumber Pribadi

Kita gak bisa memaksa orang untuk suka dengan kita, apalagi terus memuji kita tanpa imbalan apa-apa. Segala sesuatu perlu harga, segala sesuatu punya daya tarik dan rata-rata tidak gratis.

Justeru yang gratis kadang aneh kalau tiba-tiba diberikan. Indonesia terkenal dengan budaya ramahnya, memang benar. Tetapi ramah seperti apa yang kita maksud? Apa ramah saat diborong daganganya? Apa ramah saat orang lain baik? Mungkin juga, ramah saat kita membutuhkan dia ada dan begitu sebaiknya.

Walaupun kadang, maaf, itu pura-pura. Ketika orang lain ramah ke kamu gara-gara nama besar leluhurmu, apa itu layak disebut ramah? Atau baik ke kamu karena ada orangtuamu, kalau tidak ada orangtuamu bermuka masam, apa itu artinya?

Apalagi di masa sekarang, saat dunia mempengaruhi pola sikap kita sehingga menjadi "budaya baru" di ruang sosial kita-- tidak ada ramah yang selalu gratis. Obrolan pedas juga pahit selalu kita dengar. Kita ingin dengar yang ramah, baik dan menyenangkan tapi di mana tanah berpijak selalu tersebar orang baik, orang setengah baik dan tidak ingin baik.

Maka pastikan lah, siapa yang kita hadapi itu. Kalau sulit, ya fokus ke diri sendiri saja. Perbaiki diri dari iri, dengki dan segala penyakit hati. Hati yang dengki selalu penuh luka. Luka karena tidak mampu mengelola ocehan yang menyakitkan dari mulut-mulut yang kurang makan santapan rohani.

Padahal rohani soal jiwa. Jiwa yang selalu dipupuk iman dan pola diet omongan negatif. Ilmu yang cukup. Ilmu tanpa aplikasi pun kadang memutus apa yang sudah baik. Baik, semua kembali ke kita dan soal penyikapan diri kita. (**)

Pandeglang, 27 Juni 2023    20.56 

Posting Komentar

0 Komentar