Pentingkah Punya Idealisme?

Apakah idealisme itu memang harus selalu dipertahankan? Apakah tak bisa di fase tertentu dikombinasikan? Seperti yang kita tahu ada saat idealisme berbentur dengan realitas, tapi layakkah itu?

Kata Wahib di catatan Hariannya bahwa keadaan yang berubah itu sebuah ironi. Ada yang harus dirubah. Mempertahankan ketiakberdyaan lantas beralasan bahwa itu perjuangan, sungguh itu kebohongan besar. 

Jadi harus seperti apa?

Begini saja. Dalam memandang hidup kita harus realistis, artinya bisa mensinkronkan. Apa yang layak dipertahankan dan mana yang harus diperbaiki. Baiknya diberdayakan. Dibersamai apa yang harus dipandang.

Di abad ke 16 masehi ada peristiwa besar terjadi, tapi jelasnya saya juga lupa. Bahwa Galileo berpendapat bumi itu bulat. Mengatakan itu bukan tanpa alasan. Ada data yang digunakan. Tetapi itu menjadi bencana karena bersebrangan dengan pendapat Gereja yang mengatakan bahwa bumi itu datar. Teori bumi datar vs bumi bulat pun menggelinding. Polemik terjadi sehingga membuat Gereja bereaksi. Tercatatlah sejarah kelam Galileo di hukum mati karena berani berbeda dengan imperium wakil Tuhan itu.

Lalu, matikah penemuan Galielo seperti jasadnya yang sudah hancur dikubur tanah? Tentu saja tidak. Penemuannya abadi dan namanya dikenal dunia sebagai ilmuwan yang idealis. Idealisme menjadi alasan terbesarnya untuk mempertahankan gagasan dan idenya. Tak peduli untuk itu nyawa jadi taruhannya.

Dari Galileo kita bisa belajar bahwa idelisme bisa menuntun pada harkat dan nama baik. Tentu saja itu harus berangkat dari niat yang benar dan langkah pasti. Jangan ada keraguan, karena keraguan bisa membunuh hal yang telah ditanam. 

Terus mereka yang bisa mengkombinasikan idealisme, apakah itu boleh disebut penjilat? Kita punya jawaban berbeda dan tentu punya alasan tak harus sama, intinya kita bisa belajar dari sejarah yang ada. (*)

Posting Komentar

0 Komentar