Menyorot Media: Maraknya Konten dan Laku Cabul Yang Viral

Ilustrasi: Medcom. Id

Media terus saja mengabarkan laku bejat seolah tak kekurangan bahan terkait laporan oknum di tengah bumi pertiwi. Mirisnya ini dilakukan oleh ragam profesi dan kelas sosial. Atau mereka yang disebut kalangan moralis.

Baru ini terkuak oknum Kiyai di Bandung yang tega menggagahi para santri wanitaya sampai ada dua santrinya hamil. Tak hanya itu, ada oknum dosen di salah satu universitas melakukan hal cabul pada mahasiswanya. Berita ini mencuat ke publik sehingga menimbulkan kehebohan.

Negeri tercinta ini rasanya tak kekurangan berita menyedihakan begini. Agaknya lebih banyak kasus tertutup tirai ketidakadilan. Alasannya banyak, pastinya takut dengan ancaman pelaku bejat itu. Sedang jaminan keselamatan  diri korban masih menjadi sorotan.

Apa itu cabul? 

Wikipedia sendiri mengartikan Cabul adalah keinginan atau perbuatan yang tidak senonoh menjurus ke arah perbuatan seksual yang dilakukan untuk meraih kepuasan diri di luar ikatan perkawinan. Ringkasnya, cabul setiap perbuatan selalu mengarah pada dunia lendir.

Kemajuan teknologi turut menyumbangakan kemudahan. Ditambah krisis iman dan moral jadi pintu mendorong maraknya laku-laku yang jelas merusak keindahan bangsa yang luhur.

Tengok misalnya konten di banyak laman media sosial, betapa genre cabul terdepan dicari dan ditampilkan. Pengakses tak peduli, meski diakses oleh bocah-bocah yang masih ranum. Demi viral atau dikunjungi netijen hal tak terpuji jadi pilihan. Asal terkenal apapun dilakukan. Seolah naiknya pengunjung jadi patokan keberhasilan hakiki.

Memalukan dan memuakkan sekali. Sayangnya itu nyata!

Saya kadang merenung, apa mereka tidak merasa malu atau takut kalau konten itu bisa diketahui keluarganya. Bukannya konten demikian hanya menambah corengan di wajah nama besar keluarganya. Belum lagi pertanggung jawaban di hadapan Rabbul Izzati, adakah masih punya muka?

Agama dan hukum positif bangsa jelas melarang laku demikian karena mengarah destruktif moral juga kesuciaan diri. Menyaksikan hal ini jadi miris dan takut. Di jaman kita saja begini, bagaimana nanti di tahun yang datang lagi ke depan. Potret seperti apa yang terlihat?

Atas realitas mengerikan ini, perlu dan terus kita mengabarkan sayap harap bahwa hanya kesuciaan diri bisa mengantarkan kita pada ketentraman hati. 

Menjaga anak muda dan anak-anak agar menyadari betapa mahalnya kesuciaan jiwa. Menanamkan demikian tak mudah, akan tetapi dengan melangkah bersama kita harus optimis menutup celah melubernya paham pemisif ini

Menyadarkan semua kalangan untuk sama memahami betapa bahaya konten demikian, membendung bersama, dan anak bangsa berpartispsi. Konten viral hanya sementara, akan tetapi menahan malu sampai anak cucunya kelak.

Sebelum terjadi, mari jauhi hal yang bisa mengotori jiwa. Semampu kita. Semoga bisa terhindar dari kerusakan moral di tengah badai kemajuan. Wallahu a'lam. (*)

Pandeglang | 7 Desember 2021

Posting Komentar

0 Komentar