Sorotan Publik Pada Raffi Ahmad Yang Melanggar Prokes

Raffi Ahmad Melanggar Prokes Pasca Vaksin. (foto: liputan6.com)

Sudah hampir sepekan artis tajir itu disorot. Pasalnya, tingkahnya yang hadir di salah satu pesta yang tak memperhatikan prokes. Padahal sebelumnya, artis kece ini baru saja di vaksin perdana berbarengan sama petinggi negeri. 

Bagaimana tidak bangga coba? 

Tak hanya bisa nyuri start, tapi nongkrong bareng sama Pak Jokowi. Di sebar juga di akun YouTube. 

Asal tahu saja, Raffi dipilih sebagai duta milenial yang sumbangsihnya pernah dinyinyirin Ibu Mega.

Entah kenapa sekarang bisa diberi tiket paling awal, kalah jauh sama mereka yang sudah terbukti membangun bangsa. Mungkin saja ada teori konspirasi di sini, ya bisa aja kan.

Raffi memang mujur, sudah di vaksin duluan, di ajak talk-show di acara Mbak Najwa yang greget dan pedas itu, siapa yang tak untung?

Seharusnya sih, kecapeaan. Pulang saja. Menulis pengalaman di akun medsos-nya. Apa saja biar para milenal tersadarkan bahwa di vaksin tak semenakutkan kata mereka yang belum pernah. Kalau sudah kelelahan, ya bobok cantik di istananya yang megah.

Produktif dan mendidik, kan?

Tapi dasar anak muda, bukannya sadar dengan ucapan malahan lirik-lirik. Mampir juga di pesta, yang entah kebenaran ada Ahok di sana. Ya, sudah. 

Clik! 

Ada yang memfoto. Pas lagi nyengir-nyengir. Hanyut di lautan nada syahdu yang menggemakan rasa. Mana ingat pada nakes yang kewalahan. Mana ingat pada nakes yang rindu keluarganya, yang lama terpisah jarak. Terjerat tugas yang membludak.

Heboh foto itu. Ramai dibahas ibu-ibu, kawula muda, dan para penduduk yang ingin bersuara. Tuntunan dan tuntutan ramai  kan jagat media.

Pak Jokowi nampak bingung akan kenakalan artis tajir itu. Seharusnya dirangkul atau dihapus jadi duta milenial. Atau diangkat jadi duta pelanggar prokes agar tak yang curiga kalau kebijakannya salah sasaran. 

Ibu cantik dari kementrian kesehatan yang bersuara tegas. Walaupun benar sudah di vaksin, tetap saja prokes harus diperhatikan apalagi ditinggalkan. Demikian kata Ibu Siti Nadia kepada surat kabar CNN Indonesia. 

Mungkin jiwanya tersakiti, ini urusannya bukan milenial tapi efek yang bisa merusak kerja keras yang tengah digenjot negara dan aktivis kemanusiaan. Jiwa keibuan yang ingin melindungi anak bangsa, walau bukan anaknya. 

Raffi pun galau akan reaksi publik, ia sungguh tak menyangka ada yang memotret dirinya. Dia sudah biasa dipotret, dengan aneka gaya. Oleh orang profesional juga, ada honornya juga.

Nah, itu yang tersebar. Siapa dan efeknya, gak banget. Gayanya sih iya, lumayan keren. Tapi momennya gak tepat. Coba kalau bilang dulu, mungkin tambah lebih keren. Mana gratis pula.

Kabarnya foto itu pun diseret ke pihak kepolisian. Ada juga yang "menekan" Polda Metro Jaya agar Raffi dan Ahok ditangkap, sebab dengan nyata telah melanggar prokes pun ada kerumunan.

Di kota lagi, mungkin lain urusannya kalau di tengah hutan sambil merenung di depan hangatnya api unggun. Tanggal 27 Januari nanti sidang perdana kasus artis tajir itu.

Raffi kan sudah meminta maaf, apa tak seharusnya di buka pintu selebarnya? 

Seharusnya, ya. Buka pintu maaf dan beri pengertian lebih. Hukum bukan jadi alat pemukul, tapi upaya akhir. Kesadaran diberi tanpa harus diseret pada penegak hukum.

Penegak hukum itu tengah sibuk memburu Harun Masiku yang tengah main umpetan. Fokus juga sama urusan kasus lain yang masih "mengambang" di benak.

Sudah ke mana dan sampai ke mana kasusnya?

Bagi saya, sungguh kurang kerjaan yang melaporkan Raffi Ahmad atas pelanggaran yang disesalinya. 

Kenapa?

Sebab bisa memancing kemarahan. Raffi itu kan duta milenilal. Fans-nya pasti banyak. Coba kalau sampai fans fanatik itu menggeruduk kantor polisi atau membuat kerumunan di sidang perdana papa ganteng itu. Bisa berabe. Bisa menambah klaster kasus positif corona. 

Saat ini, bukan saatnya cari pamor dengan sok jagoan. Keputusan yang dibuat harus dipertimbangkan dengan matang. Efeknya bagimana dan efisiensinya konstruktif tidak. 

Kalau cara- kekeluargaan masih relevan, kenapa tak dilakukan? 

Musyawarah dan kearifan lokal bisa kok dipakai. Tak semua harus dibawa ke kantor kepolisian. Kasihan Pak Polisi, masa cuma ngurusi keramaian mulu, kapan kelarnya kasus lama yang menggantung? 

Mungkin kata maaf patut diterima, juga untuk  mewarnai ruang sosial kita yang menjemukkan. Biar lebih asyik dan terasa udara keakrabannya. []

Pandeglang, 18/1/2021  

Mahyu An-Nafi
Penulis biasa yang pola pikirnya ingin berbeda.

NB: Tulisan yang gagal di kirim ke Mojok.com

Posting Komentar

0 Komentar