Puasa Kedelapan

__
Puasa tahun tahun ini anugerah, yang entah tahun depan masih bisa dinikmati. Mana ada tahu. Itu masih buram.  Aku merasa, tiap tahun ada saja hal-hal istimewa yang aku jalani.

Siapa bisa ditebak kalau tahun ini aku bisa mengikuti kelas menulis di Rumah Dunia. Rumah Dunia itu komunitas menulis--penulis yang didirikan oleh Mas Gol A Gong, Ibu Tias, Mas Toto dkk, untuk melatih kawan-kawan muda melek literasi dan mampu menghasilkan karya dengan baik. 

Aku termasuk angkatan ke-38. 

Setiap kelas biasanya diisi oleh para relawan yang memang terpanggil untuk hadir. Mereka tidak dibayar, free gitu. Sederhananya, Rumah Dunia berharap lahir-lahir pejuang-pejuang lietrasi yang bisa mewarnai Nusantara dengan mimpi, karya juga kontribusi nyata. Visinya perubahan.

Aku melihat, memang rata-rata alumni Rumah Dunia berkecimpung di dunia kepenulisan. Ada yang menjadi jurnalis, penyair, intelektual dan seniman. Ikhtiar ini merupakan amal bakti. Konsistensi dan eksistensi lebih dari 20-an membuktikannya.

Inilah aku katakan anugerah. Tidak setiap orang bisa menikmatinya. Mungkin untuk tertarik. Sesuatu yang tidak berangkat dari hati memang tidak mudah, dan aku insya Allah belajar menulis berangkat dari baik. Penuh kesadaran.

Kalaupun nanti seusai belajar di Rumh Dunia tidak menjadi apa-apa dan belum mengangkat derajatku, ya sudah. Mungkin itu yang terbaik bagiku. Dengan begitu aku tersadar aku bukan siapa-siapa. Aku hanya hamba Allah yang diperintahkan untuk memasrahkan diri pada-Nya. Tuhan seru sekalian alam. 

Aku tidak ingin cemas, cemas pada satu kepopuleran yang mengantarkan pada kecemasan, keraguan, dan pencapaian semu. Sungguh, aku tersadar; tidak ada kata sia-sia untuk mereka yang mau berjuang melawan ketidakpastian nasibnya. Percayalah, Allah maha baik. Lebih baik dari apa yang menurut kita sangat baik. []

Pandeglang, 30/3/2023     18.00

Posting Komentar

0 Komentar