Urusan dosa itu pribadi. Kita tidak berhak untuk ikut campur urusan orang. Hanya saja, perlu mengingatkan pada apa yang kita tahu dan lihat. Sebab sebagai manusia kita punya kewajiban moral. Kewajiban moral ini yang melekat pada siapa saja.
Di masa kini, apa iya masih ada rahasia? Digitalisasi telah merenggut hal yang dulu dianggap tabu. Justeru banyak orang--terutama publik figur, suka pamer rahasia. Sosial media memudahkan orang untuk menulis dan share apa saja, tidak harus menjadi seleb duluan. Misalnya kisah selingkuh kerapkali jadi konsumsi lezat di tengah masyarakat.
Dulu tahu urusan orang itu aib, kita harus mencari sumber di mana mulai. Sekarang, cukup buka smartphone, aktifkan data terhidang aneka informasi. Apalagi kalau Anda kerajinan membuka aplikasi FB, IG dan Twitter; apa yang dulu di anggap aib sekarang menjadi tontonan biasa saja.
Efek nyata dari itu adalah pergeseran nilai. Rasa malu mulai luntur. Padahal itu di antara adat ketimuran yang menjadi ciri khas kita. Budaya menjaga rasa malu. Sekalipun digitalisasi merebak ke segala lini bukan alasan kita abai dengan aturan yang ada.
Hemat saya, yang namanya rahasia ya harus tetap rahasia. Tak kenal zaman dan perubahan. Sebab di sana harga diri kita. Sebab, nama baik terjaga karena kita mau menyembunyikan aib untuk kita perbaiki.
Boleh sih orang tahu, tapi harus tahu kepada siapa dibuka dan kapan waktunya. Jangan asal umbar tanpa sensor. Sudah ya, penulisnya pengen tidur. Hihi. (***)
Pandeglang, 22 Juli 2023. 00.28
0 Komentar
Menyapa Penulis