![]() |
Sesuatu yang kita takutkan sejatinya yang setia mengajar kita. |
Jangan takut mati.
Dua kematian aku dengar kemarin. Dua kabar yang membuatku menyadari, aku pun tak akan ke mana. Apalagi kematian itu, perginya sosok yang sering aku sebut Emak, beliau orang baik. Tetangga di Pasar, di mana aku ikhtiar. Bergetar dadaku menahan kehilangan tak mudah.
Mati, mati adalah pasti.
Entah kenapa kita merasa selalu jauh darinya. Kita merasa masih ada waktu untuk besok menghirup udara pagi. Masih ada waktu bersama orang terkasih. Masih ada waktu menikmati segelas kopi hitam dengan cemilan nikmat.
Ya, kita selalu merasa mati selalu jauh singgahi diri. Kita merasa belum saatnya Izrail mendatangi. Saat ada jenazah di depan kita, yang kita pikirkan nasibnya: Bagaimana ia nanti, seperti apa perasaan keluarganya, dan apa yang ia rasakan sekarang setelah nyawa lepas dari jiwanya.
Ya, kita baik hati dengan nasib orang, masih pula memikirkannya. Padahal di sana, tak jauh dari kita yang berbebda alam. Bukannya ia yang berharap dikasihani, tapi diri kita yang perlu dikasihani.
Kita masih dan terus berpikir mati masih jauh. Akhirnya kita terikat dan tergantung dengan dunia yang penuh warna ini. Kita ingin mati tapi bukan hari ini, sebab kita tahu diri ini penuh dengan iri pun ingin yang leluasa menikmati ikhwal duniawi.
Ya, kita selalu merasa.
Kalau kita menangis, untuk siapa tangisan itu? Kalau kita menangisi mereka yang duluan menjemput takdir-Nya, lantas apa kita layak ditangisi nanti. Ah jiwa, sekeras itu kah memahami rumus kehidupan?
Untuk apa kita merayakan ulang tahun, katanya umur kita bertambah. Padahal sejatinya kita tahu, umur tak pernah bertambah. Ia sudah dipatok, sekian dan sekian. Bisa berubah, gimana Allah saja mengubahnya. Kalau tidak, maka detik per detik adalah pengurangan.
Tapi jiwa, kenapa tak bergegas menjemput rahmat-Nya? Apa yang kamu tunggu, kalau yang kamu tunggu sejatinya pemisah kenikmatan. Yang kamu tunggu barzakh yang tak lagi guna nafsu dan keinginan semu diri.
Hatimu, jiwamu dan inginmu masih penuh ikhwal duniawi. Ibadahmu belum menyatu hingga menyatukan pada getar-getar rindu pada Pemilik semesta. Alih-alih terburu untuk menuju aktivitas duniamu. Allah tahu dan kita tak tahu. (**)
Pandeglang, 30 September 2025 22.43
0 Komentar
Menyapa Penulis