Rencana Silaturhami Emak Ke Abuya


Abuya Muhtadi salah satu Ulama Sepuh di Banten. (Sumber Pribadi)

Hampir satu bulan ini Emak ingin silaturahmi ke Abuya Muh Cidahu, tapi ingin itu masih sekedar ingin belum jua terlaksana. Saya sih, ikut saja. Niatnya sih, hanya silaturahmi dan meminta doa juga nasihat. Hal itu karena "provokasi" adik saya, yang katanya, orang luar Pandeglang saja sowan ke beliau, masa iya warga asli Pandeglang belum jua datang ke sana.

Sebenarnya, bukan tidak mau ya, tapi lebih kepada kesan kalau sowan ke rumah Abuya atau 'alim itu penuh keramat. Banyak yang bilang, kita gak bisa asal datang, harus tahu waku tepat dan harus ikut saran dari asisten ndalem yang tahu kebiasaan beliau.

Hal ini (bagi kami orang awam) punya pikiran yang takut. Takut salah ngomong, takut salah sikap dan selainnya. Terlanjur sakral walau bisa saja dari sikap pribadi "orang 'alim" itu biasa saja. Selama Anda sopan kami terima apa adanya.

Jujur saja, saya sendiri tipe orang yang agak risi bertamu dan menerima tamu. Entah kenapa, saya selalu tidak nyaman. Kalau kebetulan sedang sowan ke teman atau mungkin keluarga besar, saya ingin segera pulang. Saya merasa sebagian kenyamanan diri hilang, saya sungguh merasa tersiksa.

Bukan saya tidak tahu fadilah bertamu-menerima tamu, apa dan kenapa barakah silaturahmi, dan sikap budaya sowan. Saya sudah coba, yang ada jiwa saya seperti tersiksa. Untuk itu, saya kurang suka jalan-jalan dan aktivitas keluar rumah, tanpa ada perlu sangat penting.

Saya sungguh suka melihat short video YouTube dan Facebook, di mana ada Gus Kautsar, Gus Baha' atau keluarga tengah silaturahmi. Bagaimana tersenyum dan menampilkan adab bertamu. Entah itu keluarga besar ponpes Ploso, Lirboyo atau Rembang tengah silaturrahmi. Tiba-tiba saya ingin ke sana, tetapi sama siapa dan kapasitas saya sebagai apa, ah malu sendiri. Betapa kerdilnya saya.

Jadi ingat pengajian Gus Baha', yang mana kata santri kesayangannya allahu yarham Mbah Maimoen Zubair itu bahwa tidak semua Ulama itu "senang" kedatangan tamu-tamu.

Misalnya, Mbah Hamid Pasuruan adalah orang yang risi kedatangan tamu. Begitupula Abuya Dimyati Cidahu yang kurang suka dengan adanya tamu. Meski pun begitu, puteranya Abah Muh suka akan tamu. Begitupula dengan Mbah Maimoen yang suka kedatangan tamu.

Suatu waktu, kata Gus Baha', Mbah Maimoen kedatangan tamu. Tamu itu ternyata kurang suka dengan sepak terjang Gus Dur. Tamu itu pun menuduh Gus Dur antek asing, antek Yahudi dan lain. Tidak hanya mengatakan, barangkali mencaci pula. Lama ia bicara si Mbah tetap mendengarkan dengan khidmat.

Setelah lama bicara, si Mbah memotong, "tadi kan sampean yang bicara terus, nah, sekarang gilirian saya," ujar si Mbah, "kalau sampean begitu benci kepada Gus Dur yang masih Muslim itu, maka di mana sisa kebencian sampean pada Yahudi dan Nasrani. Silakan sampean caci mereka, saya dengarkan." Tegas si Mbah yang membuat tamu itu diam, mati kutu.

Cerita di atas membuat saya paham tentang arti tamu dan adab bertamu, tetapi sikap kita kepada tamu. Seberapa jengkel pun kita, tetap saja tamu harus dihormati. Sebagai tamu yang baik, kita harus tahu diri juga kepada siapa dan ke mana kita bertamu. 

Tiba-tiba saya ingin silaturahmi ya ke sana, ya. Tapi kapan? Hem, itu yang ingin aku tanya pada senja sekarang. Wallahu'alam. (***)

Pandeglang, 22 Agustus 2023   17.35

Posting Komentar

0 Komentar