Pikiran di Rumah Sakit Provinsi

Potret kehidupan di rumah Sakit. Betapa mahalnya sebuah kesehatan. (sumber pribadi)

Di malam senin, aku menginap di rumah sakit. Ada saudara yang dirawat di sana, sekitar jam 11 malam aku dijemput untuk menemani. Ya, di sana hampir begadang total.

Gimana gak total, jam 1 dini hari macam pasar hilir mudik. Belum melihat keadaan orang sekitar yang sakit, dari balita sampai lansia. Ada yang meronta-ronta, ada yang diam, dan teriak tak karuan.

Di antara kecemasan itu ditambah melihat kondisi si Abah yang kritis. Aku lakukan apa yang aku bisa, aku tilawah meski kantuk menguasai. Aku bacakan kalimah tauhid di kupingnya dan memegang erat tangannya, sesekali mengusap kening laki-laki yang rumahnya tepat di belakang rumah Emak itu.

Aku sungguh beruntung menyaksikan semua ini. Betapa mahalnya harga kesehatan dan keceriaan di sana. Di saat seperti ini aku ingat Ibu Guru, sayangnya kami tengah ribut, di saat itu  antara ingin mengabari dan pura-pura menjauh. Aku khawatir atas kejadian yang menimpanya.

Di saat seperti itu, aku harus mengedepankan kebijaksanaan. Memposisikan diri "aku baik-baik saja" untuk menghibur anak-anaknya yang cemas dengan kondisi bapaknya. Aku seperti tokoh saja, belaga kuat dan menasehati, padahal di dasar hati ada hal yang buatku galau.

Kecemasan semakin terasa saat si Abah dipindahkan ke ruang UGD. Sekitar jam 02 dini hari. Berbincang-bincang dengan kerabat pasien yang tengah menunggu juga. Kami merasa senasib dan secemas begitu.

Terlepas dari itu, yang agak lucu pas salat subuh berjemaah. Setelah iqomah, satu sama lain saling lirik. Setelah itu, majulah seorang bapak yang siap menjadi imam. Bacaannya lumayan, ya meskipun panjang pendeknya masih perlu diluruskan.

Di saat sesudah ruku' kedua seharusnya qunut. Nah ini tidak, sudah aku ucapkan subhanallah, tapi imam tak menggubris sampai salam terakhir tak ada sujud sahwi.
Setelah salat pun amalan ala kadar.  Aku heran, apa imam lupa baca atau sengaja tidak membaca karena mungkin saudara dari Muhammadiyah.

Setelahnya, aku merasa ingin tertawa, tapi karena apa. Aku tahu hukum qunut, tapi agak tak nyaman salat dengan yang berbeda. 

Mungkin itu namanya bhineka tunggal Ika, kita beda pikiran dan pemahaman tapi kita satu agama juga satu Nusantara, berbeda untuk menghimpun kekuatan. Betapa mahalnya harga sebuah kesehatan yang barangkali kita sering kita abaikan. (***)

Pandeglang, 4 September 2023   22.05

Posting Komentar

0 Komentar