Lagi Emak Pun di Infus

 

Ilustrasi dari Alodokter.com.

Foto emak sedang di infus, sengaja aku pasang di story WA. Lebih ke iseng, walau pun tadinya agak malu. Malu ya, apa tidak nanti disangka apa. Apa-apa ini sering jadi salah paham. Bismilah, semoga tidak.

Terpukul melihat beliau, lagi harus di infus.

Asam lambungnya kembali kambuh, itu karena salah makan. Salah makan saja bisa begitu berefek. Ceritanya memang kemarin itu emak kepengen banget makan martabak ketan.

Singkat kata, dibelikan lah sama adik di Pasar. Emak makan itu martabak. Tidak banyak juga sih, ala kadar. Martabak itu justeru habis sama anaknya, bukan sama Emak-nya. Dua porsi itu ludes!

Setelah itu, badan Emak kok terasa lain. Tiba-tiba keluar keringat dingin mengucur cukup deras di punggung. Badan terasa lain. Terlebih di waktu malam menjelang subuh, keringat makin menjadi.

Emak panik sendiri. Untungnya, ada anak Emak ke empat belum tidur. Ada temannya sedang . Kebetulan ia ke dapur dan melihat Emak tak berdaya. Kamar Emak memang dekat kamar mandi, di dapur.

Tidak layak juga sih dikatakan kamar, lebih tepatnya ruang “serba guna”. Ya jadi tempat makan, ya jadi tempat mengumpul, di saat malam jadi tempat tidur emak dan anak perempuannya.

Melihat kondisi emak lemas begitu, aku tentu saja panik. Apalagi emak minta di-infus. Terjadilah diskusi antara beberapa anak Emak, terutama adikku di Lampung. Atas permintaannya juga melihat keadaan Emak, maka diputuskan untuk di-infus.

                                             ***

Ternyata respon cukup baik dari beberapa orang yang kukenal. Ada yang mengujarkan doa, tidak bisa hadir dan say hallo aja. Tentu saja aku bersukur, doa dan perhatian lebih dari cukup. Semoga doa-doa itu jadi pelipur lara dan cahaya di hati Emak.

Melihat ini, aku berpikir. Apa arti sakit bagi kita? Kita takut dengan sakit, termasuk mendengar orang terdekat kita sakit. Padahal di balik itu ada hikmah di baliknya. Hikmah itu bisa karena selama ini kita lalai menajaga kesehatan.

Makan seenaknya, tidak peduli aturan. Minum seenaknya tak peduli kebutuhan. Ketika sakit mendera, baru terasa betapa nikmat sehat memang luar biasa.

                                              ***

Dalam konteks Emak, aku melihatnya sebagai buah perjuangan. Betapa dulu semasa kami kecil, bagaimana demi menghidupi kebutuhan kami, siang jadi malam dan malam terasa jadi siang.

Emak pernah bercerita, "Batur mah tos sarare, Emak kadang sampe subuh ngadamelan bungkus tacan sare. Rek naon? Demi kabutuhan," kata Emak.

Bahkan kata Emak, menjelang subuh kakek ke Masjid melihat Emak belum tidur menatap dengan tatapan yang pilu. Dan itu hampir tiap hari, terus begitu.

Tidur pun tidak lama. Lantas, pas pagi apa tidur? Tidak, siap-siap berangkat ke Pasar untuk jualan. Itu sampai sore. Itu pun sebelum berangkat mempersiapkan bekal untuk anak-anaknya pun suaminya.

Terlebih pas punya si kembar dengan ekonomi lagi tak menggembirakan. Harus pula beli susu karena ASI tidak Emak keluar, maka bertambah kebutuhan.

Aku sangat ingat, waktu satu hari habis satu susu kaleng. Seminggu tujuh kaleng. Namanya jualan, tidak selamanya ramai. Kadang kalau lagi sepi, nge-bon. Hari ini nge-bon, besok di bayar. Begitu seterusnya.

Demi terjaga, ngopi biasa jadi kebiasaan. Karena kebiasaan buruk ini, ngopi sebelum sarapan, kadang tidak sarapan sama sekali. Terjangkit penyakit asam lambung.

Singkat cerita, dengan kenyataan sekarang Emak, aku memahami di balik sakit Emak ada cerita di balik itu. Sejarah yang tak lekang buat kami. Sebuah perjuangan dan pengorbanan, jejak kisah cinta pun ketulusan. (**)

Pandeglang, 29 April 2025  23.47

Posting Komentar

0 Komentar