![]() |
| kenangan saat dengan bapak ziarah ke makan Syaikh Asnawi Caringin. (Dokpri) |
Teman saya mengaku tersentuh setelah membaca tulisan perihal perginya bapak ke alam baka sana. Tulisan itu suara hati saya, tentu saja amat emosional. Kehilangan bapak sesuatu yang di luar pikiran saya, dan terjadi, saat terjaga pula.
Mendengar pengakuan teman itu saya jadi tertarik merenungkan, apa iya tulisan itu punya bobot rasa sedalam itu? Dalam hati cuma berkata: bapak sudah pergi dua tahun lalu, kenapa baru sekarang merasa sedihnya. Tentu saja tidak saya sampaikan padanya, takut dia tersinggung terus nekat menggigit saya. Hiks!
Sisi lain saya bangga, tulisan itu punya muatan rasa dan amat maklum kenapa teman jauh itu tak tahu atau mungkin pura-pura tak tahu bapak wafat. Akhirnya jarak yang jauh tak memungkinkan untuk diberitahu.
Tiba-tiba saya merasa, sebegitu jauh dengan bapak selama ini. Dua tahun bukan waktu sebentar, ada banyak hal terjadi. Banyak peristiwa dijalani. Namun semua terpisah oleh dimensi lain yang nyata. Sangat kentara.
Sekarang, apa arti semuanya ini?
Dunia begitu cepat berputar. Kita tak bisa lagi main-main memutar apa yang terjadi atau berimajinasi dengan hal semu. Kita memandang masa kini dan masa depan. Masa disongsong penuh kesadaran.
Oleh karenanya, bapak telah jadi cerita yang sudah kami lalui. Kisah itu bukan lagi berharap diulangi tapi untuk diambil energinya agar lebih peka dengan kematian, yang kapan saja menjemput kita di mana saja.
Jadilah pribadi yang tetap ingat Allah, begitu bapak selalu nasihati. Kita gak pernah tahu kapan dijemput kematian. Syukuri apa yang ada. Tetap elingh. Inga, inga
! (***)
Pandeglang, 22 November 2025 13.12

0 Komentar
Menyapa Penulis