Setelah pulang di pondok, Surti tak lama dipinang oleh seorang juragan. Ia pinang untuk dinikahkan dengan anak bujangnya. Orangtuanya setuju, dan Surti tidak punya pilihan untuk menolak. Menikahlah mereka.
Setelah menikah Surti tinggal di rumah mertua. Tak lama mertuannya---karena juragan-- membuatkan rumah ala kadar buat pasangan muda itu. Di sana lah ia, tiap malam mengajar anak-anak sekitar dan sambil berjualan makan ringan. Membuat warung.
Tak hanya itu, menjual pula makanan ringan cepat saji, macam seblak dan sejenisnya. Ternyata, usaha itu tak jua berjalan lancar. Murid yang ia ajar pun tak jua banyak.
Ia tentu saja kadang merasa patah. Kenapa begini cobaan rumah tangga. Ia dulu sebenarnya masih ingin nyantri, tapi kenapa ada yang meminang. Sialnya, orangtuanya mau dan ia tak kuasa menolak. Suaminya tak jelas kerja, Penghasilannya pun tak seberapa. Menumpang hidup pada orangtuanya.
Usaha kecil-kecilannya pun akhirnya gulung tikar. Makin lengkap saja ujiannya. Badannya sering sakit-sakitan. Anaknya jadi pikirannya. Ia pun makin kalut dibuatnya.
"Sudah, kamu buat pondok saja," bapak mertuanya melihat dirinya sering melamun jadi cemas.
"Ini kan di kampung Pak?"
"Ya, hitung-hitung ada kesibukanmu."
Ia menolak, tapi sungkan. Membuat pondok di kampung, dari mana santrinya. Lagian di kampung tersebut banyak pengajian-pengajian lain. Sebagai pendatang ia tahu diri untuk unjuk gigi. Namun sebagian jiwanya berkata, bismillah!
Setelah selesai pondok, muridnya masih begitu saja. Seiring berjalannya waktu, muridnya bertambah satu per satu. Bahkan ia membuka pengajian umum untuk kaum ibu-ibu, rutin mingguan.
Penantian itu membuahkan hasil. Di balik kebangkrutannya ia menemukan hikmah, mungkin ladang usaha memang bukan jalannya. Jalannya adalah menebar ilmu yang pernah ia timba di pondok.
Hari-harinya sekarang cukup sibuk. Jadwal pengajian anak sehari 3 kali sehari. Mingguan kaum ibu. Seminggu sekali muhadarah. Belum kalau ada undangan mengaji di hajatan atau acara PHBI.
Surti bersyukur, menikmati jalan hidupnya. (**)
Pandeglang, 13 desember 2025 13.26

0 Komentar
Menyapa Penulis