Dia Yang Berbeda

Aku kenal dia dan tahu. Bagaimana tidak, dia sosok yang pernah singgah di dasar hati dan menemani hari yang sepi. Dia, ya seseorang yang di siraman hujan aku mengungkapkan rasa. Sambil berjalan di kebun yang penuh pepohonan, angin bertiup lembut dan di bawah guyuran air di langit. Terdengar romantis nyata, dan memang begitu adanya.

Hanya ada satu perusak momen: itulah si Tole yang sengaja hadir lagi mendengarkan. Itu masa yang buatku percaya ada sosok yang mengharapkanku dan aku memiliki daya lumpuh. Meski aku harus kecewa karena dia tak pernah mengungkapkan kejujuran dari rasanya. Dia memilih diam dengan isyarat yang tak aku pahami. Bisa jadi begitulah wanita lebih suka bermain dengan simpul dan kode, dan konyolnya kaum lelaki tak begitu lihai lagi peka membaca kode tersebut.

Tapi dia dulu dan kini berbeda. Tadi aku bertemu dengan dia. Tak ada sapa. Dingin terasa macam air direndam es di dalam gelas. Aneh sekali, sosok yang akrab terasa asing. Seakan masa lalu yang pernah tergores hanya coretan tak punya arti. Atau sejatinya begitu, aku saja yang terlalu antusias memaknai momen itu. Entahlah, hanya Pemilik Waktu yang tahu segalanya.

Aku sempat curiga sebabnya itu konflik keluarga yang membelit kami. Aku tahu itu dan sadar banget. Alangkah lelah kalau konflik individual dibawa ke ranah bersama. Bagiku, kalau orang tua punya problem dengan orang lain, ya itu problem orang tua. Sedangkan aku baiknya memilih: abai atau mendamaikan.

Dalam skala apapun aku memilih begitu. Aku tak mau hanyut dalam problem keluarga. Terdengar ideal dan syahdu. Walau dalam kenyataannya tak seindah itu.

Hari ini aku hanya bisa memandang dia dan merenungkan apa arti dari semua ini. Adakah hikmah dibaliknya. Tengah aku cari untuk menambah pembendaharan sejarah hidupku. 

Aku tidak membencinya dan tak akan pernah, sebaliknya mendoakan agar dia bahagia dan mendapatkan sosok ideal untuk menemani harinya di bumi nan gersang ini. (*)

Pandeglang,  8/8/21

Posting Komentar

0 Komentar