Rasa di Pagi

Sesudah salat subuh kembali lagi tepar, menghanyutkan di alam mimpi. Mungkin efek tubuh yang kurang fit, bisa juga karena tadi malam tidurnya cukup larut. Untuk menjaga keseimbangan tubuh agar tetap normal.

Seperti biasa, kalau bangun "kesiangan" pasti Emak terlihat emosi. Tentu aku tahu arah mimik itu arahnya ke mana. Emak termasuk tipe orang perfeksionis. Kalau harus begitu ya begitu saja. Tak bisa dibantah.

Sebagai anak aku paham kehendak Emak, tapi sebagai pemuda rasanya aku juga punya hak menikmati kebebaasan dengan tidak terikat selalu dengan ragam kebutuhan. Ada masa di mana beban harus dilepaskan. Ada masa di mana tumpukkan masalah harus di-diamkan. 

Terlepas dari itu jiwaku merasa melayang. Pikiranku penuh dengan hal tak stagnan. Saat kosong yang horizon semangat amblas saja. Pada siapa dan ke mana, akupun kembali munajat pada-Nya. Hanya pada-Nya aku percaya dan yakin bahwa ini adalah jalan menemukan takdir cerah dari-Nya. 

Pagi, apa kamu akan tetap sama seperti kemarin
dalam sepi menyeruak
berupa pada harap 
Sirnakan pada nyata

Pagi, aku tahu semua
Titik yang ada itu tanda
menata pada apa yang tercacat
Lemah semu tanpa mimpi akurat

Pohon peradaban tak lagi sama
Pintunya terasa rapuh
dahannya pun seolah melemah
entah akarnya masih kuat seperti biasa

Pagi, 
ada gundah terasa
ada sunyi memeluk
apa ini jua kau rasa
-


Pandeglang |   2/8/21

Mahyu An-Nafi



Posting Komentar

0 Komentar