Setelah dari Hajatan



Ada rekan di Pasar hajatan pernikahan, dan saya diundang ke sana. Calon laki-lakinya seorang Polisi bertingkat Bripda, katanya tugas di Polda Banten. Mempelai wanitanya itu adik dari rekan dan dia orang biasa, artinya tidak punya pangkat. Nah, menikahlah mereka. Konon kabarnya, itu hasil perjodohan yang dilakukan kerabat terdekat dan ending-nya mereka pada sepakat juga. 

Di siang bolong ba'da dzuhur saya berangkat ke sana. Numpang naik motor seorang ibu di pasar yang kebetulan ingin ke sana dan saya iseng bertanya-- ditawarilah jalan bersama. Kondangan bareng ibu-ibu. Gak apa-apa kali ya, lumayan budget. Pengiritan! Haha

Dan benar, saya berkelompok dengan kaum ibu-ibu glowing. Letaknya sih gak jauh, ada di Ciekek. Ada hal yang lucu saya pertama bawa motor si ibu. Tahu apa? Saya sellfok. Biasanya bawa motor matic Soul, ini bawa motor Mio Z. Sama-sama Yamaha padahal, nah saya grogi macam orang baru belajar. Mungkin karena kondisi mesin-nya terasa hangat dan tarikannya cukup prima, terus itu gak berat kayak cius gitu. Speacless pokoknya.

Untuk stay caracter, saya keluarkan joki-joki dan menghangatkan dengan obrolan. Aslinya degdegan. Katro emang, padahal sama-sama matic. Coba kalau bawa motor gigi atau kovling, sudahlah, ramailah pastinya. 

Di acara resepsi itu ramai. Padahal di masa pandemik, ya mau gimana. Namanya sudah mengikuti aturan yang ada, ya resmi dan berizin acaranya. Apalagi bapak si laki-laki seorang PNS dan kepala Sekolah, ibunya pun bidan. Bisa ditebak, bagaimana meriahnya. 

Cuma ada yang aneh saat saya terduduk di sana. Ada hal yang membuat termenung. Di tengah kemewahan tenda yang bisa ditaksir mahal, juga hal kaum high class tunjukkan. Di sana saya merasa sunyi, di tengah tawa dan jogetan keramian. Saya merasa asing dengan jogetan, dandanan, nyanyian, baju serba ketat, dan berisiknya melodi tiktok yang diputar dengan dipandu merdu MC lelaki muda bersuara wanita. Lucu sekaligus menggelikan.

Saya merasa aneh dengan hal itu, apa yang salah dengan semuanya? Bukankah itu hak dia? Mereka punya kebebesan dengan diri dan apa saja yang dilakukan. Pikiran saya membayang, dan walau ini terdengar berlebihan. Mungkin nanti di akhirat mungkin begitu ya, saat hari ini kita bisa tertawa dan enjoy saja melalaikan Allah dalam kehidupan. Dunia telah jadi raja, idola, dan motivasi di alam dunia. Saat hidup merasa punya segalanya dan bebas berbuat apa saja... di sana, mungkin merasa asing karena apa yang dibanggakan di dunia tak ada artinya. Dia miskin semiskin siapa yang sering dia buat kecewa lagi hinakan.

Saya juga menanyakan pada diri: apa kamu kabita dengan resepsi mereka. Setidaknya, hal ini timbul saat dengan pullen si MC memanggil sanak-keluarga untuk foto bersama. Dengan tegas saya katakan: tidak! Entah kenapa dan aneh. Lagian uangnya gak punya, calonnya pun tak ada. Tapi jujur saja, menyaksikan " resepsi mewah" seperti itu kok saya merasa ribet dan tak nyaman. Walaupun demikian, saya menghormati hak dan pilihan mereka., wong saya gak nyumbang apa-apa kan? Haha
Harapan saya kalau nikah, ya sederhana saja. Penuh barokah dan punya makna. Sudah gitu saja.   (*)

Pandeglang,      28/7/21 

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar