Bayangkan, Kita T'lah Jadi Almarhum?!

Kehidupan ini begitu singkat. Waktu berlari tak kenal hari. Terus melaju dengan kecepatan tinggi. Siapa yang lalai, ia akan menyesal. Siapa yang mampu terjaga, ia akan di rindu surga. Luasnya melebihi langit-dunia. Selebihnya, hanya Allah yang Maha Tahu.

Orang yang telah mendahului kita, dijemput paksa maut, rasanya baru kemarin ada di tengah kita. Masih tertawa bareng. Tersenyum. Beraktifitas selayaknya biasa. Tapi kini, hanya tinggal nama. Kematian memisahkan kita dengan mereka yang kita kenal itu.

Dan.. kita pun akan seperti itu!

Pernahkah kita membayangkan, di hari yang cerah, atau di pagi yang dingin, atau di malam yang sunyi itu, atau di tengah kesibukan rutinitas harian. Malaikat menyapa dan mencabut nyawa kita. Pasalnya, ajal kita telah berakhir. 

Entah dengan wajah sangar dan mata melotot, dan begitu keras merabut ruh kita di tubuh ini. Entah dengan penuh senyum lagi penuh cinta menyapa dan ingin mencabut masa kadaluarsa usia kita. Izrail begitu cepat mengerjakan tugasnya. Tak peduli kita yang menjerit perih menahan sakit.

Siapa yang peduli dengan derita kita kala itu?!

Saat nyawa telah berakhir..., maka ruh suci pun keluar. Dengan sisa rasa sakit di sekujur tubuh, kita melihat jasad yang terbujur kaku. Kita melihat pula keluarga besar dan orang yang mengenal kita menangisi kepergiaan kita. Kita hanya bisa melihat dan berbicara, tetapi tak bisa menyapa.

Dimensi waktu kita berbeda. Alam telah memisahkan dengan tabir begitu pekat tapi mengikat. Kita bisa melihat mereka dan mereka anehnya tidak mampu melihat kita. Padahal kita begitu dekat dan amat dekat. 

Qodarullah, tak bisa!

Kita sendiri di tengah orang yang kita kenal. Kita begitu jelas melihat, siapa saja orang yang amat peduli, tulus mencintai. Sampai tahu, siapa orang yang selama ini membenci kita. Ada yang terbuka menampakkan saat kita hidup, dan ternyata... yang diam-diam membenci begitu banyak. 

Adapula orang yang tak kita sangka, ternyata menyimpan dendam begitu dalam. Orang yang kita kenal akrab dan ternyata semua adalah dusta belaka.

Sakit dan amat perih menggores dada. Mau apa lagi, toh kita sudah beda alam. Hanya bisa diam menyaksikan semua dengan mata telanjang. 

Dan bayangkan pula, bila hari ini kita telah ada di alam baqa. Apa yang dapat kita andalkan amal baik di dunia?

Kalau hari ini kita tengah asyik bermain gadget, kira-kira apa penilain mereka yang telah mendahului kita?

"Wong mian hape juga untuk berbagi dan mencari kebaikan," itu alibi kita.

Tapi bagaimana, kalau dibandingkan antara yang baik dan buruk itu lebih banyak yang buruk?

Ya, mati itu pasti dan haq. Kapan datangnya, cepat atau lambat akan menyapa kita. Untuk itu, saat kita banyak mengumpulkan noda dosa dalam hidup, masihkah kita bangga dengan status hamba Allah?

Bayangkan terus, saat taubat tak lagi ada guna. Segala sesal tak ada lagi arti. Segala tangis tak ada makna. Segala keluh dan ibadah tak ada nilai. 

Ingat selalu, saat Allah memanggil kita dengan penuh cinta, siang-malam diperingati oleh tanda-tanda kebesaran-Nya, namun kita yang bodoh, kenapa tetap bangga dengan dunia dan segala tipuan syahwati.

Dengarkan diriku: kalau tak ingin mati, kenapa kau ingin menghuni alam surgawi? Sedangkan mati syarat untuk hamba masuk ke surga-Nya nan abadi.

Ya 'ibadallah, perbaiki diri. Tuluskan niat. Perbanyak ilmu. Semoga Allah jadikan kamu khusnul khotimah. (*)

Pandeglang |    23 Oktober 2021

Mahyu an-Nafi


Posting Komentar

0 Komentar