![]() |
suasana syahdu jamaah salat. (Sumber: ArahMuslim) |
"Kemarin mah," kata Abah Iming, sepuh di kampung kami, "pas salat asar, Abah nunggu yang jama'ah, gak ada aja yang datang. Ya sudah, salat sendiri," lanjutnya dengan senyum getir.
Aku dan Om Jalal saling tatap, diam. Jadi, tak ada yang berjamaah?!
Kemarin, aku pulang kesorean dari belanja, jadi pas sampai rumah menjelang asar. Selain lelah juga badan masih bermandikan keringat. Untuk mengeringkan keringat itu, aku istirahat. Eh, terlena terus tertidur. Om Jalal, mungkin tengah kerja. Belum pulang.
Apa tanggapanmu?
^^
Krisis jamaah salat berjamaah memang terjadi di mana-mana. Sudah banyak yang menyinggungnya, baik mubalig kesohor maupun kiai kampung. Nyatanya, tetap saja tak berubah. Bahkan sampai kiai kampung sama mubalig-nya ikut malas jamaah pula. Tambah boncos dah itu isi Masjid.
Terus bagaimana solusinya?
Beberapa kepala daerah yang baik iman dan islamnya sampai membuat perda, bagi pegawai pemerintah yang muslim yang cukup syarat, "diwajibkan" salat berjamaah ketika waktu salat tiba. Ketika rapat, bisa ditunda. Apalagi kalau lagi gak ada job, maka wajib berjamaah.
Namun, keputusan ini menimbukan polemik. Di mata mereka yang tak sejalan, kenapa ibadah personal kok di-formal kan. Salat kan urusan privasi, itu hubungan ia dengan Tuhan-Nya. Kenapa negara mau ikut campur. Seharusnya yang harus dicampur itu ya, cukup es campur atau ketoprak.
Janganlah negara terlalu jauh mengurusi hal begitu. Itu namannya formalisasi agama. Sebagai amanat UU, tiap pemeluk agama diberi kebebasan untuk menjalankan keyakinannya. Tak usah dipaksa dan diberatkan. Sebab yang berat itu kadang membebani. Cukup mereka yang di-PHK tengah terbebani pikirannya.
Namun di kalangan awam macam kami,ya silahkan. Di kalangan santri malah ikut senang. Sedang di kalangan kiai yang tiap hari ada di grass-root, aturan itu justeru bagus. Ternyata dinasihati dan diajak untuk salat saja tidak cukup, mungkin harus ada tindakan tegas.
Kalau Pak Polisi sebagai penegak hukum, tugasnya untuk mengayomi masyarakat, maka tak salah untuk jadi corong pemerintah mengadakan penyuluhan terkait pentingnya salat berjamaah. Semoga dengan berkahnya, moral dan laku lacur bisa di-antisipasi. Kata Nabi, salat itu mencegah dari kemungkaran.
Dalam hadits populer kita kan tahu, kalau melihat kemungkaran terjadi maka kita punya kewajiban moral untuk "melarangnya", baik dengan tangan kita. Itu pun kalau mampu dan berani. Kalau tak berani, maka dengan lisan. Tak berani juga maka dengan doa di hati. Itulah selemah-lemahnya manifestasi iman.
Melarang dengan "tangan" ini ditafsirkan oleh Ulama bukan perseorangan tapi oleh lembaga berwenang yang sudah ditugaskan negara. Dalam konteks bernegara kita, itulah Polri dan TNI. Alat negara yang seharusnya taktis dengan tugasnya.
Terus, kalau ada yang masih ngeyel bicara,
"Lah, yang salat saja belum benar. Itu yang korup, tak sedikit yang rajin salat. Bahkan, ada yang sudah haji berkali-kali. Bahkan, jadi panutan sebagai tokoh agama. Nah, itu bagaimana?"
Ya, gak gimana-gimana sih. Mereka yang salat saja belum tentu benar. Mereka yang sering salat juga bisa celaka dan masuk neraka. Apalagi yang tidak salat dan membiasakan salat? Entah bagaimana kacaunya dalam manifestasi iman orang yang ngakunya muslim tapi melaksanakan salat saja masih antipati. Entahlah, ada apa dengan dikau?
Saya setuju, salat atau tidak seseorang, tak ada jaminan ia akan sempurna dalam bersikap. Pemerintah ketika membuat perda itu amat tahu itu. Namun, sedikitnya itu ikhtiar mereka menggunakan wewenang yang mereka punya. Itu pun tidak asal, selain ada kajian juga sumbang saran dari para sepuh dan tokoh.
Kalau di lingkungan pemerintah berjalan lancar dan mulus, bukan tak mungkin bakal diterapkan ke masyarakat muslim umumnya. Tiap manjing waktu salat, gimana caranya ada perda masyarakat tergerak berbondong-bondong salat. Masjid-nya makmur dan jamaahnya bahagia.
Dalam konteks dasar negara, itu wujud sikap pancasialis. Menempatkan Allah di urutan pertama. Sila ke satu Tuhan itu harus utama dan diutamakan. Tak boleh dinomorduakan. Kalau meminjam istilah Buya Hamka. sila satu pokok dari sila lainnya.
Maksudnya gimana? Ketika sila satu yang pokok itu kokoh maka insya Allah akan menyertai yang lainnya. Tidak akan ada kemanusiaan yang beradil dan beradab kalau tidak dilandasi keyakinan adil itu apa, dan beradab apa.
Singkatnya, salat jamaah itu harus jadi perhatian kita. Terutama para DKM, bagaimana caranya minat dan kesadaran warga kita terhadap salat lebih baik lagi. Terjaga dan menjaga. (**)
Pandeglang, 12 Juni 2025 23.43
0 Komentar
Menyapa Penulis