Sumber: Kapanlagi Plus. |
Karena kita bisa salah, bisa juga benar. Tidak usah merasa selalu benar. Merasa ini kadang sering jadi masalah. Sebabnya kita cuma menerka-menerka.
Kamu mungkin sedang jengkel ke orang. Dipikirmu, kenapa itu orang menjengkelkan banget. Punya otak tak digunakan. Punya rasa tapi tak peka. apa susahnya berbuat apa yang "kamu pikir" wajar.
Misalnya, pas ketemu kamu, ya disapa gitu. Misalnya, kalau berkata, yang santun. Misalnya, tidak memancing emosi dan rasamu. Harusnya memahami sikapmu, tidak usil bertanya yang tak perlu.
Kamu bisa kok toleran, aslinya memang tak mau diganggu.
Ditengah kejengkelan itu, kamu mumet. Serba salah melakukan sesuatu. Begini salah. Begitu salah. Ketemu wajah orang kok bikin gemeletuk gigimu. Apalagi bertemu dengan dia yang menjengkelkan.
Kamu bukan tak tahu, semua gak mengenakan. Membuat harimu terasa muram. Cuma bingung, bagaimana cara menyikapinya. Kamu manusia biasa yang mudah jengkel tapi tak mudah meredakannya.
Bagaimana meredakannya?
Mungkin dengan berteriak? Tapi di mana? Apa jadinya nanti terdengar orang, dan menuduh kamu sudah tidak lagi beres akalnya. Mencibir kamu sebagai orang yang bermasalah. Tentu kamu gak mau dicap begitu.
Lebih baik dianggap baik-baik saja. Biar terlihat baik. Kamu tetap tersenyum walau didasar hati merintih. Hatimu penuh jengkel. Tapi, artinya semua itu? Apa itu bentuk perjuangan? Apa itu hanya bentuk ketidakmampuan kamu, yang akhirnya ditutup dengan sebaris, aku mah benar dan gak mungkin salah. Akhirnya meletakan salah pada orang lain, bukan dirimu. Bisa aja kan?(***)
Pandeglang, 26 Juni 2025 13.47
0 Komentar
Menyapa Penulis