Firqoh Islam Marak: Baru atau Sudah Lama Ada?

ilustrasi firqoh. Sumber internet.
-
Menarik mendengarkan ceramah serupa debat KH. Qurtubi Zaelani Rangkas di Gunung Kencana. Beliau menyinggung perkembangan aliran Wahabi juga Liberal, yang katanya mulai merajelala masuk ke pelosok negeri.

Hal menyakitkan terkait insiden di bom-nya kuburan Imam Nawawi di TimTeng juga lainnya. Dari kabar menyebutkan dilakukan oleh ISIS yang berfirqoh Wahabi.

Argumen yang dikemukakan beliau cukup kuat berasal dari buku hasil karangan Ulama Wahabi di Makkah. Dengan bahasa tegas dengan aksen sunda Lebak menambah daya ledak cukup kuat.

Akan tetapi, benarkah munculnya Wahabi, Syiah, Liberal pun sejenisnya baru? 

Tentu ini menarik dibicarakan. Pasalnya, benar di lapangan internet banyak bermunculan orang yang mengklaim telah kembali pada jalan yang benar. Jauh dari hal bi'dah dan hal yang merusak aqidah. Merasa paling benar sendiri. Paling tahu sendiri. Bahkan ingin bebas dan sebebasnya lepas dari cengkraman aturan qothi dengan dalil juga dalih entah.

Sebenarnya kalau membaca dari sumber terkait polemik maraknya firqoh di tengah kita sudah lama terjadi. Sederhananya, kita ketinggalan zaman saat orang lain sudah melangkah jauh sedang kita baru membicarakannya.

Syiah misalnya dalam sejarah Islam sudah muncul di masa saydina 'Ali bin Abi Thalib. Muaranya ada di masa akhir Saydina Utsman bin Affan karena problem politik. 

Momentumnya di kisaran tahun 70-an saat geger Revolusi Islam di Iran. Melecut perkembangan ke pelosok dunia. Seperti kita tahu, perdebatan panas Ulama terkait status Syiah: apakah bagian dari Islam atau bukan belum menemukan titik terang. Ada hal mendasar berbeda, maka menjadi soal sehingga sering melahirkan konflik berdarah.

Wahabi sendiri menyebut dirinya sebuah gerakan tajdid atau pembaharuan. Fokus pada pembenahan pemahaman ummat yang katanya--terkontaminasi ajaran yang bertentangan hukum Islam.

Momentumnya saat pasukan kerajaan Bani Su'ud menaklukan penguasa Makkah Sayyid Hasan bergulir kepada kekuasan, Barat menyebutnya gerakan fundamental karena hukum Islam diterapkan dengan madzhab ekstrem.

Saat itu transfer besar-besaran baik melalui pembukaan beasiswa besar-besaran, terjemah buku-buku penunjang misinya, suntikan dana besar ke ormas Islam dunia turut menyuburkan hadirnya gerakan ini ke berbagai pelosok.

Di tanah air sendiri gerakan tajdid membumi di awal abad 19 saat hembusan kebangkitan bangsa mulai mengular. Muhammadiyah berdiri tahun 1912 salah satu yang paling getol menyuarakan ide dan gagasan tajdid beragama agar bisa merespons kemajuan dunia. Meski menimbulkan konfilk melelahkan. Belum yang lain lagi. 

Liberal mendapat angin segar saat bangkitnya barat dari masa kegelapan. Kita bisa melacak dari adagium Rere Descrates yang banyak dikutip para pemikir. Padahal sejatinya paham liberal pernah tumbuh dan berkembang di masa kejayaaan Islam dengan muncul paham mu'tazilah yang menomorsatukan akal daripada dalil agama. Akal telah jadi agama atau mungkin Tuhan dalam bersikap. 

Gejala ini telah lama ada dan tercatat sejarah. Bukan barang baru lagi. Seharusnya tema pembicaraan bukan lagi mengenal firqoh atau mewaspadai tetapi lebih pada hal urgent.

Karena ketiganya sudah ada di bumi nusantara, setuju atau tidak, akan lebih baik mengedepankan upaya damai dan menentramkan. Tentu saja ini tidak mudah. Melek literasi harus jadi tumpuan. Bagaimana daya baca harus meningkat agar kesadaran hadir di setiap jiwa.

Apalagi isu kesenjangan sosial juga upaya oknum membenturkan antar agama masih terlihat dihembuskan. Amat telanjang. Amat vulgar.

Sekali lagi, langkah tepat sasaran dengan buhul kebersamaan perlu digaungkan. Agar gerak kita tak lagi fokus pada hal tabu, akan tetapi mengarah pada hal esensial yang kini tengah mencekik benak juga rasa anak bangsa.

Kesejahteraan dan ketentraman milik seluruh anak bangsa dari ujung Sabang-Merauke. Untuk itu menghadirkannya ialah hak abdi negara. Kewajiban kita terus berupaya merespons agar meminimalisir konflik. 

Aliran tiga tersebut selain diwaspadai juga harus disikapi cerdas lagi cepat. Tentunya saja adab juga ilmu itu segalanya. Perlu langkah taktis agar tak ada lagi konflik di tengah masyarajat. Wallahu 'alam. (*)

Pasar Pandeglang |  23 desember 2021

Posting Komentar

0 Komentar