Curhatan Pagi

Ilutrasi gambar

"Pagi-pagi, kenapa mukamu ditekuk gitu?"

"Hem, lagu mumet Bang."

"Ya, tapi tetep kan, wajah kamu gak harus kesed gitu," kelekar Bang Nafi.

"Ah Bang, tega banget sama adek sendiri!" Mulutnya sengaja dimonyongkan.

Ari nama adeknya, adek yang tiap hari jadi jantung hatinya. Melihat wajah semurung itu tentu Bang nafi terusik.

"Cerita sama abang, moga aja bisa bantu, jangnkan tukang baso, tukang bawang Abang gibang! Gak usa cemas" tawar Bang Nafi.

"Apaan sih Bang, sok jagoan gitu. Jadi gini Bang, aku ketemu mantan kemarin dp perpus dan ...,"

"Tunggu, tunggu. Ada yang perlu diluruskan," potong Bang Nafi heran. "kamu punya mantan? jangan ngawur?!"

"Eh, sorry. Mantan teman Bang," dengan wajah kesal.

"lah, gitu. Dosa itu bohong," jawabnya sambil tertawa.

"Girang banget Bang?" tanyanya dengan muka tambah ditekuk. Pada akhirnya melanjutkan," aku ketemu dia dan berhasil dapat nomor WA-nya. Langsung malah. Tapi pas di chat, cuma ceklis dua. Tiap hari gitu, padahal pas ketemu ramah anget.

Bang Nafi terhenyak. Gak nyangka dengan kenyatan memilukan itu. Walau bagimana pun itu adiknya, satu darah dengan ibunya.

Apa dilakukan wanita itu sama saja merendahkan. Rendah ya, di bawah.

"Ada satu kemungkinan besar kenapa dia begitu?"

"Apa  Bang?"

"Dia terganggu. Mungkin, hadirnya kamu macam bisul yang ada di pantatnya, bikin ribet!"

"Kok Abang bilang gitu, sama saja menghina. Tega!!!"

"Bukan menghina, cuma amu harus menyadari bahwa wanita punya ruang privasi sendiri, saat dia tidak kenan jangan dipaksa, biarkan saja. Buat apa juga mukamu digituin, macam kesed aja, ya terima kenyataan. Gak usah sok menderita!"

"Tapi kan Bang?"

"Gak usah gitu. Ingat tugasmu belajar, bukan mengoleksi mantan. Paham!"

"Ya udah kalau gitu, Abang pamit keluar dulu.'

"Mau kemana Bang? Tumben."

"Mau ketemu mantan orang," katanya dengan seringai jahat.

"........"

Saat itu Ari tak menyisaka kata lagi. []

Pandeglang | 23/1/22

Posting Komentar

0 Komentar