Perdebatan Publik Nan Sengit: Habib Bahar Cs dan Deni Siregar Cs

Foto: Ilustrasi Perdebatan dua tokoh nasional

Setelah video singkat perdebatan Habib Bahar ditemui danrem di depan pesantrennya viral, media terus menyorot intens. Sosial media tak ketinggalan membahas elit 'menyamperi' sipil. Pro-kontra tak terhindarkan. 

Deni Siregar sebagai pegiat media--- yang sering tak sejalan ikut mengomentari atas peristiwa tersebut. Hal ini menambah panasnya ruang sosial. Ikut melecut debat sosial tak kunjung usai.

Nampaknya, perdebatan akut antara dua kubu di jagat media menyebar ke layar nyata belum juga menemukan titik temu. Terlebih, ada api berhembuskan angin tengkar tiada tahu di mana akhirnya.

Penjara menjadi "ajang lomba" dari dua kubu. Kalau kata pakar media, di salah satu layar kaca mennyebutnya residu pesta politik.

Artinya, masih ada bias dari sisa konflik di masa pemilihan legislatif dan eksekutif yang belum menemukan titik terang. Sayangnya, elit bangsa "belum gigih" menjembatani debat akut yang mengarah pada terpeliharanya konflik. 

Alih-alih menyelesaikan kemungkinan konflik yang ada seolah mendiamkan atau terkesan mendukung salah satu yang tengah konflik. Pasti hal tersebut menjadi sorotan, akan ke mana kepastian  hukum ditegakan.
 
SARAN DAN PESAN

Menurut pakar media di atas itu, apa tengah terjadi dalam potret berbangsa kita efek dari redusi di pemilihan ekskutif di tahun 2019 yang belum menemukan titik terang.

Perdebatan bernuansa sektarian dan berbau primordial mengarah  pada konfik  bisa saja terjadi. Bukan menakuti. Sinyal yang ada terlihat vulgar.

Untuk itu pendekatan kekeluargaan perlu terus digaungkan. Karena itu alternatif termurah yang bisa dilakukan.

Pendekatan tak hanya pada mereka yang pro, itu sudah tak aneh. Pada mereka yang kontra pun perlu pendekatan ekstra. Seumpama keluarga, negara itu rumah tinggal dan kepala negara itu orangtua yang mengatur, mendidik serta mengyomi anaknya.

Anak sebagai manifestasi cinta orangtua harus terus diasuh, asah, asih. Saya kira, konflik makin ringan dan terasa sejuk kalau ada pihak merangkul keduanya.

Jangan ada  cela anak bangsa merasa tersisihkan, satu sama lain harus bahu-membahu membangun negeri sebagai wujud rasa cinta. Tak sama bukan selalu bermusuhan, bereda kita memiliki warna. Begitu para tetua bangsa ajaran pada kita. 

Semua kembali pada yang bersangutan, akankah terus mau eksis atau cepat memangun fondasi agar tidak jebol/dijebol oeh pihak tak bertanggung jawab.[]

Posting Komentar

0 Komentar