Sedikit Menyorot Kasus Ferdinand dan Habib Bahar

Foto: Tangkapan Berita Terkini

Setelah menyetujui dan satu suara agar Habib Bahar di penjarakan, tak nyana yang bersangkutan ikut menyusul ke jeruji besi. Dengan tangan diborgol dan wajah disorot media.

Fakta ini lucu sekaligus tragis. Betapa keadaan berubah, betapa cengraman hukum mencekik siapa saja. Tak peduli bulu siapa saja. Baik bulu kuduk maupun bulu elit.

Jangan bilang malu, yang tahu rasa malu itu orang berasangkutan. Kita hanya menerka sejauh mana media menangkap lagi mengabarkan. Sebihnya, ya cuma menebak.Tak lebih.

Dari berita yang ada, Bang Ferdi-- saya ingin memangginya-- dijerat dengan pasal bukan penodaan agama, tetapi membuat/menebar keonaran. Artinya, tidak ada pasal UU ITE diterapkan; meski itu banyak diharapkan banyak suara. Entahlah. Sementara waktu, itu yang ekspos.

Kalau membandingkan kasus Habib dan Bang Ferdi agak riskan, karena seolah kasus keduanya seperti tidak terlau urgen. Kalaupun benar dicekal sampai ditangkap seperti ambil aman saja.

Atau ada upaya balas dendam tak kasat mata. Satu per satu yang tengah bertengkar vokal di media sedang cari-cari kesalahan. Siapa yang terjebak 'pasal tertentu' langsung digiring ke pintu hukum. Tanpa bisa menyela.

Pada jadinya hukum hanya jadi alat jebak saling pendam suara tak sejalan. Untuk waktu lama, kita terus menaruh curiga. Tak nyaman akan pendapat. Takut salah ucap langsung terkena pukul ragam pasal hukum tersedia.

Entah kenapa, penegakan hukum pun jadi abu-abu. Orang idealis seperti tertutupi kepntingan semu. Pesan akan prasangka positif pun nyaris sirna melihat kenyataan ruang sosial yang ada.

Saya tidak sedang membela satu tokoh. Terlepas setuju atau tidak yang membuat saya tertarik ialah keduanya dua anak bangsa memiliki hak sama. Tak bisakah harumnya wangi damai dihembuskan atas konflik yang terus memanas di ruang sosial kita.

Hal sama yang patut ditakuti ialah kita punya banyak peritistiwa menegangkan terkait konflik. Bukan tanpa asal bukannya berawal dari sesumbar kata tokoh yang ditanggapi keras.

Kalau itu tak berharap terjadi, mari kita kembali pada asas yang memeluk kita pada pintu yang benar bisa menghadirkan dingin bukan selalu panas.

Semoga dengan begitu, langkah kita bisa difokuskan pada energi yang lebih esensial. Damai selalu negeriku! []

Pandglang |  11 Januari 2022

Posting Komentar

0 Komentar