Mimpi Kami

-)

Menyikapi era digitalisasi 4.0, apa-apa ya dianggap kuno  harus diperbaharui sesuai kemajuan duniawi. Menjauhi sama saja ketinggalan. Untuk itu perlu upaya penyelerasaian langkah. Karena itulah kami ---saya dan adik saya--- tengah mengelola konten-konten di medan sosial. Upaya serius dan konsisten dilakukan.

Dari sana kami punya cita-cita dan harap bisa menyebarkan gagasan dan ide brilian. Syukur-syukur dapat tambahan pengahasilan. Kalaupun tidak, tak apa. Saya sebagai pencari ide dan dia kreator dari itu. Istilah kerennya kami bermitra begitu. Menajadi conten creator .

Berangkat dari sini, kami sungguh berharap apa yang kami tanam ini memiliki loncatan untuk masa depan nanti. Tidak besar pun tak masalah, yang penting ada manfaat didapatkan. Setidaknya kami ikut berkontribusi untuk bangsa dan negara. Lebih pada agama yang kami yakini.

Di masa ini dehumanisai memang tengah berkecamuk. Dehumanisasi sendiri berarti penyingisngan peran manusia. Singkatnya manusia telah digeser teknologi menjadi obyek mesin. Sadar atau tidak, ini menambah angka penganguran. Di banyak sektor melumpuhkan angka pendapatan.

Wajar kemudian, ada pesoalan hari ini kita berebut kerjaan. Jangankan untuk kelas tinggi, untuk masuk menjadi karyawan saja harus nyogok dulu. Nanti calo yang mengatur, harus bayar berapa juta untuk masuk posisi tertentu. Itupun dikontrak. Bukam pegawai tetap. Menurut informasi sendiri, tak banyak perusahaan menerima karyawan tetap. Rata-rata dikontrak. Alasannya sederhana, selain resikonya besar dan jumlah pencari kerja banyak. Buat apa dibuat pusing mencari tenaga kerja. 

Jangan lupa, itupun tidak mudah. Sogokan kita bisa keterima ataupun tidak itu wilayah mandor. Untuk pria dan wanita beda tarif. Misal untuk pria itu 7 juta dan wanita itu 5 juta. Tidak sama satu sama lain. Alasannya sederhana, karena tingkat kejujuran wanita itu bisa dipegang, itulah kenapa sodokan tarifnya berubah.

Sampai di sini, ironis sekaligus menyedihkan. Betapa mental anak muda kita takut dengan tantangan. Itu mental orang terpelajar ya, entah untuk mereka yang tidak terpelajar mungkin lebih horor lagi. Ada kabar cukup sensisitif juga terkait tren anak muda kita yang berburu peluang menjadi PNS! Modal nyuap pula.

Walah-weleh ya!

Tentu tidak negatif. Semua tergantung niat dan tujuannya apa. Hanya saja, kalau kata  Kang Abik, dituju agar nasib masa tua nanti tidak cemas dan santai dengan pendapatan. Ada jaminan sosial dan itu sudah ditanggung oleh negara. Okelah, kalau satu atau lima orang berpikir begitu, beda lagi kalau kebanyakan anak muda berpikir seperti demikian. Akan di bawa ke mana nasib dan mental penerus bangsa nanti? Tidak mampu merspon tantangan zaman itu, sungguh blunder.

Dari sinilah, kita harus pintar-pintar membaca peluang dan menangkapnya untuk segera di-akselerasi dikehidupan nyata. Kita butuh anak muda yang berani sekaligus cerdas mengelola peluang sekecil apapun itu. Semoga kita bisa belajar dari sejarah. Tidak cukup mimpi, tetapi harus ada langkah dan aksi nyata. Bukan begitu? []

Pandeglang |  17 Agustus 2020

Posting Komentar

0 Komentar