Setelah Ini Ke Mana?



Mungkin sudah takdirnya jalanku berbeda dengan mereka. Jalanku harus terus bertarung dengan kenyataan yang tidak mudah. Berbenturan dengan rasa pahit juga asin resiko. Aku ingin menyerah, ya lari dari perjalanan sulit.

Seperti mereka. Bisa menikmati apa saja semaunya. Tidak terikat oleh ragama aturan. Tidak terpenjara oleh larangan disertai dalil-dalil. Mungkin berbeda apa akhirnya hasil didapatkan.

Seorang teman sering mengejek apa yang lakukan itu seperti sia-sia. Aku coba untuk idealis atas kenyataan apa yang ada. Kenyatannya tidak seperti itu, apa yang aku lakukan sama sekali tidak sinkron. Jauh antara mimpi yang ada dengan data faktualis.


Seorang saudara juga mengamati lantas menilai itu tidak sudah kuno. Padahal kita berada di era yang tidak lagi kuno. Kita sudah menatap masa yang lebih canggih dan maju. Zaman maju maka seharusnya pola pikir kita pun harus maju agar seimbang tanpa itu, maka kita akan ketinggalan arah tujuan.

Mendengar hal itu, aku tidak marah. Justeru menggali dan menelaah apa yang aku inginkan sebenarnya itu sudah di rel yang tepat. Jalanku yang salah apa logika mereka yang belum sampai sehingga kehilangan pegangan?

Aku sama sekali bingung, mereka yang peduli apa memang aku saja belum paham mereka memang usil. usil atas kenyataan hiudpku yang "belum sempurna" di mata mereka.

Padahal apa yang kulakukan berangkat dari mimpi dan kenyamanan diri. Aku, seperti yang dikatakan Bang Dedi Corbuzer mencari kepuasaan dari sebuah tantangan. Kalau versi aku sih, mencari ketentraman jiwa dari jalan yang cocok di jiwa. Sudah sesderhana itu.

Bila mereka belum menlihat apa yang kulakukan berbuah hasil, ya sudah. Bukan cita-citaku menyenangkan mereka, kewajibanku adalah berusaha semaksimal mungkin. Kalau hasil tidak jua menyapa, mau gimana. Nikmati saja.  

Kalau ditanya, jalan mana yang dipilih. Tak ada lagi, jalan yang sudah direncanakan.  []

Posting Komentar

0 Komentar