Di bumi mana kamu akan mati
meninggalkan mimpi dan kenangannan
tersenyum pede
terdengar mengahangat
Nangis!
menjerit mengutuk masa
pada siapa yang dzalim
pada apa yang tertanam
sendirian
kematian!
***
Tadi malam, saat celanaku basah oleh rembesan air hujan aku teringat dosa dan kemuliaan. Betapa orang mulia dicari. Di cari dan diberi penghormatan lagi. Tidak seperti mereka yang hina dan penuh dossa. Kemulian sering jadi cerita dan khayalan belaka.
Kalau si Mulia berbuat dosa tidak ada yang tahu. Dia akan tetap mulia. Kemulian itu mnutupi semua celanya. Tidak tahu nanti akan diminta pertanggungjawaban. Saat muludan yang mulia akan dapat kemuliaan muludan. Orang tidak tahu seperti apa aktivitasnya dan bagaimana ibadahnya, orang tahu dia mulia saja.
Si hina dipandang manusia pulang membawa harapan dengan besek yang ringan dibawa. Langkahnya adalah impian, munajat lagi ridha. Sebelumnya dia sadar, datangnya tidak dibutuhkan dan tak diharapkan. Seumpama batu dia adalah kerikil kecil tak berharga. Tetap saja langkahnya tidak surut, demi kebutuhan dan niat ikhlas dia melangkah.
Betapa paradoks kehidupan antara si Mulia dan Hina. Hidupnya sama dan langkahnya sama tapi soal rizki berbeda. Begitu pula nanti di depan yang Maha Kuasa semua akan ditentukan oleh amal dan ketaatannya. Ketulusannya itu penentu prioritas dirinya. Maha besar Allah dengan segala kuasa-Nya.
Tapi manusia pasti mengalami masa sendiri, sendiri untuk merenungkan kualitas diri. Orang boleh tidak tahu. Orang boleh menyebut hina atau mulia. Ingatlah, ada saat kita sendiri maka naluri akan bersuara dengan dirinya sudahkah dia tentram dengan sebutan itu?
Cermin hidup itu hati. Cermin jiwa itu nurani. Semua insan melaksana kedua gemanya. Ke mana kita akan lari saat nestapa menghampiri? Ke mana kita akan berlindung kalau murka-Nya kita terima? Ke mana kehormatan itu kalau di yaumil mizan amal jelek lebih berat dan amal shalih?
Duhai yang merindukan kemuliaan, engkau lalai akan akhirat
merasa jumawa akan sisa usia
tertawa di mayapada
lupa untuk apa dicipta
dihormati manusia hanyalah fatamorgana
dicaci manusia hanya ilusi belaka
selama nafas masih terasa di rongga
kau hanya mampu menerka-nerka
apa ini sementara atau abadi belaka.
celaka siapa yang terlena hiasan dunia?
menangislah hati yang keras!
menunduklah lisan yang kotor!
malulah mata yang hina!
kembalilah jiwa yang sombong!
esok semua akan jadi cerita,
kita akan jadi masa lalu
dikenang oleh semua anak-cucu kita
baik-buruk pun tersibak jelantah kehidupan.
bangunlah!
ingatlah rabbul izzati
pencipta alam semesta
Allah
Allah Allah
Allah Allah Allah
Allah Allah Allah Allah Allahu
dzul jalalil wal ikrom.
***
Ketika rizki sudah diatur yang Maha Kuasa seharusnya kita tidak harus risau. Hadapi semua yang kita terima. Kalau orang lain lebih tajir daripada kita maka itulah kehendak-Nya. Kalau kita lebih kere maka itu pilihan_Nya. Bukan soal tajir atau kerenya tapi soal bagaimana berikhtiar menjemput takdir rizki. Hasil biarkan qudroh Ilahi menentuan.
"Hidup itu enak bagi seorang muslim," kata nabi. Lanjutnya, "saat ditimpa ujian ia bersabar dan saat diberi nikmat ia bersyukur."
Ujungnya adalah surga. Kenapa kita harus takut saat Allah jamin semua yang kita dihadapi hamba-Nya. Bahkan semua telah tercatat abadi di arrasy. Tak bisa terhapus tanpa izin-Nya. Semua keluh kesah akan sia-sia. Kembali pada aturan dan tawakal ridha-Nya.
Di mana saja siapa yang tengah dirundung duka lara. Dekat dan mintalah keluasaan jiwa pada-Nya. Dia Maha Kuasa membolak-balik hati manusia. Jangankan kita yang sudah iman pada risalah nabi-Nya. Pada mereka yang belum iman saja Allah penuhi kehidupan dan keperluanya. Tanpa perbedaan. Tanpa ada diksriminasi. Maha suci Allah dari sifat kekurangan.
Muslim yang kuat lebih Allah sukai daripada muslim yang lemah. Begitu kata nabi. Tentu saja, kuat di sini bisa apa saja. Bebas ditafsirkan. Bisa badannya, ingatannya, hartanya, jiwanya dan yang paing utama adalah kuat imannya. Inilah pondasi segalanya. Dan rasanya ini yang terindikasi dari sabda nabi mulia itu. Kenapa harus takut akan segala caci dan kesulitan kalau sudah ada iman di dada? Perkuat itu dan hayati dengan tulus maka semua akan sirna dengan sendirinya.
Dari muslim yang lemah apa yang kita harapkan? Lemah harapan, lemah mimpi, lemah cita, lemah harta, lemah jiwa. lemah otak apalagi lemah iman. naudzubillah mindzalik. Aku bukan tengah menyudutkan siapa-siapa.
Benar bahwa dakwah nabi banyak diikuti oleh mereka yang lemah tapi catat dulu. Lemah apanya dan gimana kualitas hidupnya? Bukankah sejarah mencatat mereka yang lemah di jaman nabi mampu memporak-porandakan peradaban agung Persia dan Romawi. Tidak sedikitpun tergoda pada dunia dan kemewahan dunia. Padahal kalau mau, mudah saja. Tapi cinta dan iman yang terbakar mahabbah pada Allah dan rasulNya mampu menghanguskan apa saja yang terbesit di benak iblis laknatullah.
wahai engkau yang terjaga, kemana kau pergi?
masa sehatmu habis oleh huru-hara
harimu habis oleh rasa besar diri
merasa paling mulia
tidak malu akan Maha Besar-Nya
tidakkah kau tahu,
mereka yang dulu sombong macam kamu
hari terbujur di alam kubur
menyesali apa yang dilakukan
bumi terkunci
alam terpisah
duh, pada siapa meminta dan menyesali
kalau nafas tak lagi ada di diri
semua sia-sisa
hanya gerutu laknat dan doa mulia untuk orang lain
untuknya semua tak ada lagi
sadarlah jiwa hina!
***
Semoga goresan sederhana ini bermanfaat untukku dan untukmu di mana saja bahwsannya semua akan sirna. Kita yang berduka esok bisa suka cita pun sebaliknya yang tengah suka cita akan berduka. Itulah sunatullah yang tak bisa kita cegah. Semua ada di tali keputusannya.
Menarilah kau di panggung sandiwara
lupakan semua lara
kuatkan dzikir pada-Nya
lihatlah alam semesta
bertaburkan rahmat-Nya di di mana-mana
tak usahlah menutup mata
Allah-lah pemilik alam semesta
Lakal hamdu walakasyukru!
Pandeglang, 27 Oktober 2022 11.43
0 Komentar
Menyapa Penulis