NU dan Abuya Muhtadi Untuk Banten


Bagi masyarakat Banten umumnya, Abuya Muhtadi adalah simbol sekaligus lambang kebanggan. Sepakterjangnya di kancah nasional, khsususnya di wilayah Pandeglang menjadi obor pemersatu dam mempererat tali persaudaraan. Gaung itu terus dilakukkan untuk membimbing Ummat agar senantiasa berada di jalan Allah ridhai.

Mungkin benak kita masih ingat, betapa Banten digoncang dengan gempa bumi, tsunami dan maraknya aliran sesat yang berlindung pada kedook agama. Betapa kota santri dan kota ulama ikut terseret pada kenyataan miris: aliran sesat muncul di pusaran dakwah!

Di usia yang sudah sepuh Abuya tidak berdiam diri ikut menyimak sekaligus turun gunung merangkul pelbagai kalangan. Sebagai bagian dari keluarga besar NU-- sudah menjadi budaya untuk berangkulan dengan kalangan mana pun dengan menampilkan ummatan wasatan-- menyadari amanahnya. Ulama tidak sepantasnya diam, tapi ikut aktif membaur membangunkan jiwa ghafil agar kembali pada jalan-Nya.

Telah menjadi rahasia umum, Abuya kerapkali berkeliling Banten melihat juga mendatangi tempat-tempat rawan untuk mengantisipasi paham-paham yang baru ini menggegerkan jagat nusantara. Betapa paham itu berhembus pula ke Banten dan sekitarnya.

Tak sedikit warga tercuci otaknya bahkan kehilangan pegangan moral. Nilai-nilai kultural yang sudah membudaya di Kota Santri dipertanyakan sekaligus disesatkan karena sudah tidak sesuai ajaran Nabi. Ombak ini begitu nyata terlihat, tak jarang melahirkan percik-percik konflik.

Kasus Ahmadiyah, penusukan Pak Wiranto, aliran sesat, dan Wahabi adalah gejala nyata. Pelan tapi terkondinir merayap di bumi Pandeglang dan sekitarnya. Abuya dengan kader, dan keluraga besar yang berpayung di NU menyadari kenyataan pahit ini. Inilah tantangan para Santri untuk survive dari gonjang-ganjing zaman. TNI-Polri didekati, aparatur pemerintah dirangkul, dan warga Banten diingatkan untuk terus bersama-sama mewaspadai aliran-aliran yang merusak keutuhan bangsa dan mengotori aqidah ahlus sunnah wal jamaah yang telah menyerap di segenap warga Nusantara.

NU dan Abuya adalah pasak perdamaian untuk kita tetap terjaga, tantangan masa depan begitu beragam. Kita jangan menutup mata; di manapun kita berada dan apapun profesi kita, agama memberi kita pesan untuk menebar kasih dan damai pada seisi jagat ini.

Perbedaan kita sebagai bangsa hendaknya tidak menjadi api yang membakar kerukunan kita. Tak peduli agama, ras, dan suku-nya di bawah Bhineka Tunggal Ika sama-sama menjadi pionir perubahan. 

Kita doakan agar Abuya diberi afiat serta usia berkah agar terus membimbing kita. Warisan-warisan leluhur yang telah di-sahih-kan ulama mari kita pelihara. Seperti kata Gus Dur, bukan gerakan islamisasi tapi gerakan pribumisasi Islam yang patut kita lakukan.

Kalau Islamisasi maka yang ada adalah cara-cara kasar lagi keras dilakukan. Tetapi pribumisasi adalah gerakan kebudayaan yang mana dicontohkan Sunan Kali Jaga. Tidak memaksa tapi mencerdaskan kita untuk memilih jalan mana yang hendak kita pilih. 

Agama adalah rahmat bukan saling lempar laknat sesama anak bangsa. Entah bagaimana kalau sekiranya kalau bangsa sepi dari Wali-Wali Allah yang terus memuji Rabb-Nya dan mengayom kita dengan titah cinta-Nya. Wallahu'alam. (***)

Pandeglang-Banten,  13.11.22  13.50
Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar