Membaca Dinamika Pemikiran Bung Muklas Ke Depan

Dokumen Pribadi

Sosok satu ini tengah menjadi perbincangan di kalangan aktivis pergerakan mahasiswa Pandeglang, namanya moncer karena selalu turut ke lapangan menyuarakan keresahan masyarakat. Atas setiap geraknya itu, karena terlalu vokal tak sedikit menyebut dirinya sebagai orang kiri. 

Seperti kita tahu titel kiri bukan tanpa makna, acapkali kiri disangsikan sebagai ateis atau komunis. Tentu ini menjadi perhatian serius, apalagi dirinya pernah juga aktif di ormas pelajar tertua di Nusantara itulah PII. 

Lantas bagaimana kita menerka pola pemikiran mahasiswa STISIP Banten Raya ini? 

Penulis sebagai orang terdekatnya coba menganlisis corak pemikirannya dari pertama mengenal namanya pemikiran dan ormas. Semoga dengan demikain kita akan menemukan titik terang seperti apa dinamika dan akan ke mana pemikirannya dilabuhkan.

Simpastisan FPI

Dari semenjak SD dirinya sudah aktif bidang seni suara. Sudah beberapa kali menggondol piala bergilir bahkan sampai mengikuti kualifikasi perwakilan tingkat kabupaten Pandeglang. Namun nampaknya takdir berkata lain, petualangannya kandas sampai di sini. 

Lantas melanjutkan ke MTs Al-Falah Karang Tanjung sambil nyantri di pondok terdekat sana. Di sinilah dirinya mulai mengenal ormas dan pemikiran. Pernah ikut sweepeng bersama RPM (Relawan Pemberantas Maksiat), komunitas besutan Abuya Muhtadi Cidahu. 

Tak lama bergeser ke FPI (Front Pembela Islam) besutan Habib Rizieq yang saat itu belum dibubarkan oleh pemerintah. Di sinilah pemikirannya mulai tergodok bahkan condong pada pandangan atau paham yang agak ortodoks. Suka membenturkan perkara dunia dan akhirat, anak sekolah dan santri, dan hampir saja pendidikannya di sekolah formal kandas. 

Atas nasihat dan usaha pendampingan keluarga dirinya mulia tersadar dan mulai begelut di dua institusi ini-- tradisional dan modern-- secara aktif. Dari sinilah bertemu dengan salah satu kader PII. Dia mulai bertanya dan penasaran apa itu PII dan seperti apa sepakterjangnya. Meski setelahnya mengakui pada penulis bahwa motifnya bukan PII tapi kader PII itu. Perlu teman-teman tahu, kader itu akhwat!

Aktif di PII

Sebenarnya di sinilah persinggungan nyata dirinya di dunia pergerakan dan pemikiran. PII membuka ruang pelajar muda untuk berekspresi, berbicara, berpikir dan berkarya. Berdiri di tahun 1947 tidak lama setelah HMI. Maka tak ayal, ada yang menyebut PII ini adik dari HMI atau satu bidan. 

Baik corak pemikiran dan langkahnya mirip. Tokoh sentral pun memang tak sedikit berasal dari HMI bahkan HMI itu sendiri. PII sendiri hadir dari disharmoni antara kalangan santri pondokan dan siswa sekolahan. 

Kedua elemen ini seringkali tidak akur karena satu sama lain merasa benar dan baik sendiri. PII terpanggil untuk mempersatukan. Muklas karena lahir dari pondok dan di saat yang sama mengecup di sekolah merasakan bagaimana sindiran pahit dari kedua kelompok ini, satu sama lain tidak ingin kalah dan mengalah.

PII inilah membentuk karakter Muklas, yang tadinya lugu dan polos sehingga berani dan agak intelektual. Dia aktif di kepengurusan dari tingkat komisariat sampai atas. Terakhir jabatannya adalah Komandan Brigade PII se-Provinsi Banten masa bhakti 2020-2022. Kalau dalam negara mungkin Panglima ABRI.

Banyak yang mengusulnya untuk mencalonkan sebagai Ketum PII se-Banten atau bahkan aktif di pengurus besar di pusat yaitu PB PII se-Indonesia. Namun kedua usul itu ditolak. Dia lebih memilih menekuni hobinya menjadi penulis lepas sebagai wartawan bebas-aktif di Fakta Banten dan mencoba khusyuk menekuni study-nya di kampus. 

Pengaruh dari aktivis  PII ini dia seringkali bersinggungan dengan ragam pemikiran dan organisasi. Misalnya GMNI, HMI, partai politik dan sederet tokoh elit bangsa. Dari sini pula mulai menggeluti filsafat dan pemikiran liar lain sehingga sedikit banyak berefek pada sikap dan langkahnya. 

Nama-nama seperti Sok Hok Gie, Gus Dur, Cak Nun, Cak Nur, Kuntowijoyo, Pauolo sampai Socrates akrab dilisannya. Terkadang saking tergila-gila pada Rocky Gerung sampai cara bicara dan berpikirnya diteladani tanpa tahu apa relevansinya. Fase ini Muklas tumbuh sebagai sosok baru, yang mulai agak aneh dan mencurigakan.\

Dicap Kiri

Sikapnya yang agak aneh ini sering membuat keluarga terheran-heran bahkan bapak marah. Teman-temannya pun di PII sering dibuat bingung. Tema-tema agama dan bernas akidah sering dijadikan lelucon. Saya sendiri tidak aneh, bagi saya apa yang dia tunjukkan dan katakan adalah cara untuk mencari pamor.

Sosok yang dia ikuti-- Rocky Gerung adalah orang yang butuh pamor maka mengeluarkan istilah-istilah tidak biasa. Hal ini untuk memantik rasa penasaran publik maka yang ditunjukkan niatnya supaya diperhatikan. Begitu pun Muklas, apa yang ditunjukkan berangkat dari cara mendapat perhatian. Begitu kalau kita gunakan teori komunikasi. 

Walau pun begitu saya bisa ditebak di dasar hati keyakinannya tidak demikian. Hal ini seperti yang ditunjukkan Gus Dur kadangkala keluar dari kebiasaan maka sering memunculkan kontroversi. Tetapi di mata orang yang paham komunikasi maka itu biasa saja.

Misalnya terkait pernyataan Gus Dur yang mengatakan bahwa "Tuhan tidak perlu dibela", hal ini menjadi blunder juga perdebatan panas di tengah Ummat Islam di Indoensia. Pernyataan itu seolah menjadi bukti Gus Dur antipati dengan gerakan Islam dan dicap pro kafir. Sekalipun lahir dari darah Ulama besar pada jadinya tidak gigih memperjuangkan aspirasi Islam.

Benarkah begitu? Terrnyata setelah penulis kaji lebih dalam dari beberapa pemikirannya dari buku-buku karyanya juga kata orang terdekatnya itu tidak benar. Gus Dur adalah santri dan santri punya selera yang tinggi terhadap humor maka hal ini kurang dipahami bagi mereka yang kurang suka dengan sosok dan pemikiran Gus Dur. Padahal pernyataan itu ada lanjutannya, kurang lebih maksudnya adalah yangs sekarang membutuhkan pembelaan adalah orang-orang lemah di sekitar kita. Itulah mereka yang belum mendapatkan keadilan dan masih dikubangan melarat. Sedangkan Allah Maha Kuat dan Perkasa yang tak butuh manusia, kenapa kita bersorak membela Allah tetapi di belakang punya niat mencari makan. Ini paradoks pastinya.

Corak Pemikiran Ke Depan

Kalau saya ditanya akan gimana ke depan pola pemikiran saudara Muklas ini. Apa akan condong ke kiri, kanan, atau justeru keduanya. Maka saya jawab adalah kembali pada jiwa awalnya. Awalnya adalah berkecimpung di seni dan budaya maka ke depan rasanya ini cocok. Budayawan itu berjiwa bebas dan kenyang lapangan. Matang dalam spektrum luas dan menyadari kewajibannya terhadap agamanya. Akrab dengan isu dan dunia pemikiran modern. 

Disadari atau tidak, dunia pesantren telah menempanya dengan baik dan jangan lupa rutinitas di rumah yang kontras dengan aktivitas keislaman membentuk kenyamnan dirinya. Maka terus meniru dan mengakrabi paham kiri atau sejensinya sama saja mengosongkan jiwanya dari cahaya yang telah dikumpulkannya.

Aktivitas yang menjadi mode santri yaitu rajin shalat, pandai berbicara kata-kata baik dan terus mendalami agamaanya dengan tidak ketinggalan pada term modern, kalau dianggap angin lalu akan menciptakan disharmoni kejiwaan. Jiwanya gampang terombang-ambing dan acapkali sunyi. Senyum di wajah aslinya kerotong nurani.

Kesimpulan

Untuk itu, saya menggambarkan prototipe seperti Kuntowijoyo atau Emha Ainun Najib agak mirip dengan saudara Muklas yang bagus dipahami dan mulai teladani nilai positifnya, yang saat ini kadangkala sikap mantan korps Brigade ini "kurang pertimbangan" dan "menyederhanakan perkara". Akhlak pada Rabb-nya juga kepekaan pada orang sekitarnya terkikis oleh "kehausan mencari" yang entah apa dan bingung dengan langkah sendiri. 

Demikianlah pembahasan ini, kita doakan tokoh muda Pandeglang ini agar  lebih baik lagi mampu mengharumkan bangsa serta agamanya dengan ide-ide dan aksi nyatanya. Seperti yang Kuntowijoyo katakan bahwa perubahan kadang jadi ciri gejala sosial. Muslim profetik dibutuhkan untuk menjawab problem dunia sekarang. (**)

Setra Jaya,  9 November 2022 21.37

 

Posting Komentar

0 Komentar