Waktu Berlari Mengantarkan Kita Pada Mati, Sadarkah?

Semakin hari waktu bergerak cepat, hakikatnya mendekatkan kita pada kematian. Pasti tapi sering kita abaikan hadirnya. (Foto: Internet)

Waktu Terus Berlari, Apa yang Kita Cari?

 Tidakkah kita merasa waktu terus berlari tapi memberi jeda kita untuk sejenak saja menghentikanya. Waktu terus bergerak cepat bisa jadi tanda masa sudah begitu lelah dengan kenyataan sekarang. Bumi ingin segera istirahat. Kembali pada ketenangannya. Alam dunia biarkan digulung oleh takdir penghancurannya.

Banyak orang bilang gak terasa waktu bergerak, tadi pagi, ini sudah sore lagi aja. Kemarin Senin, ini sudah minggu lagi aja. Kalau menurut Imam Kirmani sendiri pergerakan waktu nan  cepat patut menjadi renungan kita karena ini ciri-ciri kiamat sudah dekat.

Kalau kiamat sudah dekat, apa bekal kita siapkan? Alam kubur makin mendekat, apa yang kita pikirkan menuju sana? Usia makin berkurang, apa yang dapatkan kita banggakan?

Kita ingin ke surga tapi takut mati. Takut pula Izrail mencabut nyawa kita. Padahal maut itu haq, perjalanan yang mengantarkan kita pada Yang Maha Cinta. 

Masalahnya, sudahkah kita menempatkan Dia sebagai Maha Cinta menyingkirkan pada cinta mahluk yang semu lagi hina?

Ya, cinta  kita pada makhluk pun sering berorientasi pada syahwat belaka. 

Bagaimana hawa nafsu kita puaskan semaksimalkan mungkin pada akhirnya itu sebuah kemustahilan. Tak ada nafsu yang selamat terkecuali yang diridhai-Nya. 

Sudahkah kita di makam demikian?

Tiap hari usia terus berkurang. Kita menyaksikan orang sekitar kita kembali menuju alam akhirat tapi kenapa kita  belum juga tersadarkan bahwa esok atau lusa kita pun akan menyusulnya. 

Siap atau tidaknya, tidak peduli. Maut mengintai kita bahkan sudah berapa kali sehari peringatan itu datang; kita dengan rasa egois dan wahn di jiwa terus menutupi kenyataan demikian.

Wahai jiwa yang lalai, kembalilah. Kembali pada rahmat Tuhan-Mu. Mendekat pada jalan-Nya. Sadarkan dan tetapkan jiwamu pada ketaatan. Jangan menunggu nanti, karena nanti bisa jadi cerita dan akan menajadi sesal yang tiada lagi ada guna.

Duhai jiwa yang hina, sudah berapa kali indera di tubuhmu kamu arahkan pada taat. Betapa kamu betah memelototi tubuh yang indah lagi gemulai dengan busana yang menggetarkan iman. Kamu tidak peduli, justeru menyelanya sebagai nikmat. 

Kamu lalai itu fana dan akan diminta pertanggungjawaban. Pahamilah, apa yang kamu puja itu kelak akan menajadi tulang belulang tanpa ada daging lantas di mana indahnya tubuh yang hanya berupa tengkorak! 

Make-up yang indah tiada lagi guna. Busana terbuka lagi penuh pesona tak lagi terlihat indah dengan tulang-tulang tak terawat. Semua sirna oleh maut namanya.

Duhai kamu yang tenggelam di alam penuh tipu daya. tersadarlah akan hari di mana semua akan abadi. Segala nikmat benar-benar kekal.

 Yang paling memuaskan kamu bisa beertemu langsung dengan Allah jalla jalaluh, pemilik alam semesta beserta isi-Nya. Tiadakah kamu rindu masa itu? (***)


Setra Jaya--Pandeglang |  15 November 2022 00.49

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar