Ketika Mantan Menikah, Saya Terlalu Sibuk Untuk Memikirkannya



Ada yang lucu saat datang undangan dari salah seorang wanita---wanita itu sempat jadi calon saya, qodarullah gagal. Jadi dia datang ke rumah langsung menyerahkan undangan ke rumah dan ibu saya langsung menerimanya. Tentu saya menghargai itu simbol penghargaan.

Setelah dia pergi, ibu saya langsung menelpon lantas mengabari, "yang sabar ya," katanya agak sendu.

Saya kaget dong dan mikir ada apa dengan ini. Pikir saya adalah ada nada duka di sana. Takut-takut kalau ada karib kerabat dekat mendapat musibah, dan ternyata adalah... mantan saya nikah. 

Sungguh, ingin tertawa.

Yaps, nikah. Nikah duluan maksudnya. Mendengar suara sendu ibu yang amat perhatian ke saya, takut-takut anak bujangnya terluka dan tersakiti. Jujur saya ingin tertawa, sebegitu perhatiannya beliau ke saya, padahal usia saya sudah menginjak kepala tiga tentu saja ditinggal menikah bukan perkara aneh lagi. Namanya orangtua ya, terus peduli. Apa yang kita anggap sederhana belum tentu di mata orangtua.

Ibu pikir saya masih punya hubungan. Benar sih masih punya hubungan tapi sekedar sahabatan, gak lebih dari itu. Saya yakin dia tahu itu, dan saya sampaikan sudah hampir dua tahun hubungan itu sudah diputuskan.

Saya merasa belum mampu dalam waktu dekat menikah tetapi saya juga gak mau menggantung harapnya. Dengan baik-baik kami ngobrol dan berdamai dengan keadaan. Dia nerima dan saya ikhlas. Kalau sekarang menikah tak sebab saya harus sedih justeru bahagia. Alhamdullah dia nikah duluan, dia bahagia dan saya bahagia.

Perkara jodoh itu pasti. Kita hanya berikhtiar dan merencanakan selebihnya takdir Allah yang menentukan. Akhir-akhir ini saya disibukkan membaca dan menghayati karya Ulama dan coba mengamalkan apa yang saya tahu. Ketika selesai dari satu buku lanjut ke buku lainnya. Hanya untuk itu waktu tersita banyak.

Belum membagi untuk menulis, mencari nafkah untuk kebutuhan, mengajar dan memikirkan kondisi ladang usaha yang agak seret. Belum pengembangan kajian keislaman yang rencananya akan diperlebar, sudah cukup menyibukkan hari-hari saya. Sungguh tak ada waktu untuk memikirkan hal apalagi mantan nikah. Pikiran saya, ya sudah, bukan jodoh. Sesederhana itu.

Perjalanan di dunia ini amat sementara dan sia-sia kalau untuk memikirkan status diri, apalagi sampai galau segala. Gak usah lebay, di dunia ini semua masih samar. Terkadang apa yang menurut kita baik belum tentu itu diridhai-Nya. Tak usah memaksakan kehendak. Di atas perasaan ada akal, di atas itu ada iman dan tauhid pada-Nya. 

Betapa banyak orang hancur hidupnya bukan sejatinya hancur bisa saja karena pertahanan diri yang masih labil. Dalam aktivitas harian kita harus mampu mengelola diri, mana yang syara' izinkan kita ikuti dan mana yang buruk maka jauh semampu kita.

Dari peristiwa ini saya sungguh merenung, kalau kita sudah memiliki orang yang kita sayangi dan menyayangi kita dengan tulus jangan sia-siakan itu. Kalau toh itu harus pergi, ya sudah kita terima dan ikhlaskan. 

Bagiku saat ini adalah keridhaan Allah dan kebahagiaan Ibu. Semua ada waktunya maka kenapa harus memikirkan apa yang masih gelap kalau yang terang ada di depan mata? Seperti itu sih, selebihnya wallahu'alam. (***)

Pandeglang, 12 Januari 2023

Posting Komentar

0 Komentar