Baduy dan Pesona Wanitanya di Ujung Banten



Iseng-iseng tadi malam saya buka Youtube nonton tentang baduy dan orang-orang yang sudah ke sana. Dari sana tahu betapa kesederhanaan baduy dan kecantikan wanitanya menjadi pesona tersendiri. Entah kenapa saya agak heran sekaligus gemes, di mana-mana mata lelaki itu sering satu frekuesnsi terhadap wanita; mana wanita cantik dan menarik itu.

Fisik juga keindahan tubuh seringkali jadi patokan. Padahal bisa saja itu menipu. Indahnya tubuh belum tentu indah isinya. Manis senyum belum tentu semanis sikapnya. Tingginya tubuh belum tentu pula setinggi ilmu juga akhlaknya. Tentu saja ini ukuran semua manusia tidak difokuskan pada suku baduy nanti dianggap rasis ya. Haha. Nyari selamat ini. 

Saya pun sedikit tahu tentang perbedaan antara baduy luar dan baduy dalam. Di antara baduy dalam pakainya putih semua sedangkan luar bajunya macam di atas itu. Baduy dalam gak pakai sendal, terikat aturan ketat dan belum akrab dengan alat-alat moder--bahkan dilarang. Ke mana-mana dilarang naik kendaraan.

Kita lihat baduy luar sudah akrab dengan aktivitas terkini ya walau tetap masih terbatas. Misalnya akses pendidikan, transfortasi, listrik, dan elektronik. Pembaca mungkin tahu ya dengan sosok Mamah Muda namanya Dewi yang menyita perhatian netijen dan viral pula. Parasnya menjadi bahan omongan tanpa oplas dan skyn care pula.

Perlu dicatat ya, kita bukan tengah membicarakan pesona wanitanya yang perlu kita garis bawahi adalah ternyata ada pergeseran nilai sekarang. Dulu semua orang ingin maju dan trendy dan pastinya mengejek siapa yang mempertahan gaya serta budaya nusantara. 

Siapa yang mempertahankan biasanya dicap dan stigma dengan sebutan kurang enak ditelinga. Tetapi hari ini, betapa banyak sementara kita berkunjung ke baduy untuk menyelami budaya dan kehidupan harian yang---katanya terbelakang.

Bahkan tak sedikit dari negara luar yang sengaja ingin menghirup udara segaranya. Sungguh ini paradoks sekaligus mengherankan, kita antipati dengan produk tradisi lama dan anehnya nyaman dibuatnya. Entah salah siapa dan penyebabnya apa.

Belum kita bicara agama di sana yang memang baduy luar sudah ada yang masuk Islam tetapi baduy dalam masih mempertahankan dengan agama nenek moyangnya. Secara garis besar mereka toleran selama kita mau mengikuti aturan dan hukum adat yang berlaku. 

Saya sering ditanya oleh teman-teman media tentang baduy, seolah baduy itu dekat dengan kampung saya. Memang benar kami tetanggaan kabupaten tapi sedikitnya butuh 4-5 jam sampai ke sana. Itupun belum masuk ke baduy dalam. Baduy luar saja kabarnya ada 57 kampung loh. Luas banget pastinya.

Baduy itu pesona Banten dan kekayaan kita rakyat Indonesia semua untuk dijaga, dipelihara dan dikelola dengan baik. Jangan demi APBD dan konten merusak keindahan alamnya. KIta harus menghormati sekalipun tidak meyakini apa yang mereka yakini. Justeru dengan saling menghormati tercipta harmoni. 

Semoga negeri kita makin baik ekonominya dan jaya ilmu juga akhlaknya menyongsong masa panceklik akhlak juga keteladanan. Itu bukan kata saya tapi kata Ustadz Subki dan beberapa tokoh agama di media. Wallahu'alam. (***)

Pandeglang |  12 Januari 2023      14.50

Posting Komentar

0 Komentar