Diskusi Malam : Antara Wanita dan Seputar Perasaanya


Diskusi Malam : Antara Wanita dan Seputar Perasaan
___
"Wanita itu," kata Rocky Gerung, "indah sebagai fiksi dan rumit secara fakta." Begitu petikan kalimatnya yang cukup dikenal.

Tadi malam, kami-- saya dan dua adik saya-- memdiskusikan sisi lain wanita yang sama-sama kami tahu. Pembicaraan yang cukup alot dari jam 20.00 berakhir sampai pukul 02.00. Lumayan agak panjang.

"Apakah mencintai/dicintai wanita saat berjuang bisa menjegal mimpi," demikian pertanyaan awal diajukan.

Saya sendiri melihat perasaan itu normal, ya apa salahnya mencintai atau  dicintai? Justeru itulah ciri bahwa kita normal. Sisi utama kita adalah cinta. Demikian para hukama jelaskan itu.

Hanya saja yang jadi persoalan, apakah @dengan rasa itu kita akan tambah produktif atau sebaliknya tambah kehilangan pegangan hidup.

Adik saya pun pertama mengungkapkan kedekatan dengan wanita, yang katanya sudah memahaminya. Mereka punya komitmen untuk sama-sama memahami satu sama lain dan coba membangun mimpi bersama, dan apakah itu bermasalah?

Saya katakan kalau dia buat nyaman dan sama-sama memahami, di mana soalnya. Perasaan itu sesuatu yang halus seperti pula jiwa wanita, maka bersyukurlah saat memiliki atau diberi perhatian wanita. Wanita terkadang bersikap bagaimana laki-lakinya mengajarinya.

Dia bisa menjadi perajuk, di saat yang sama juga manja bukan main. Atau di saat tertentu sensitif bukan main. Tidak ada angin tidak ada hujan marah atau cemburu sendiri. Dia bisa menjadi gelombang kosntruktif untuk hidup tapi tidak menutup kenyataan badai tsunami di tengah keharmonian.

Ya juga, katanya. Banyak kasus laki-laki kehilangan "harga diri" dan "kualitas diri" karena terlalu dimonopoli. Tentu kita harus seksama melihatnya, tidak selalu itu salah wanita bisa saja laki-laki itu "kurang ilmu atau "pengalaman" sehingga mematikan sikapnya.

"Wanita selalu suka laki-laki yang pintar lagi rapi," kataku. "Tetapi kurang suka pula yang terlalu memujanya sehingga seolah laki-laki jadi babu."

"Terus apa yang dapat kita lakukan, di saat yang sama kita membutuhkannya tetapi kita tidak memenjaranya. Memberi kemerdekaan pada dirinya," cetusnya.

Saya tanya balik, "apa prinsip atau tujuan memilih dia. Sekurangnya kesepakatan bersama awalnya untuk apa?"

"Maksudnya?"

Nampaknya dia kurang paham, maka coba saya elobarisasi.

"Sebuah hubungan itu akan kuat karena dibangun sedikitnya tiga hal: kejujuran, keterbukaan, dan kepercayaan. Kita tidak akan tersulut dan tenggelam dalam cemburu buta karena kita sudah punya prinsip kita."

"Misalnya nih ya kak," katanya, "dia cerita ada laki-laki yang coba dekat dengan dia dan agak berlebih tapi dia tidak suka. Tipikal yang "mendekati" itu lumayan. Dia pun cerita, jujur dia. Persoalan dalam diri ada rasa cemburu dan getaran sakit, dia jujur tapi menyakitkan. Apa dia tengah pamer atau apa, kesal juga. Gimana itu?"

"Itu bagus. Apresiasi kejujurannya. Hormati keterbukaannya. Adapun terkait rasa cemuburu itu wajar tetapi jauh lebih baik daripada kita tahu dari orang lain atau melihat dengan mata kita sendiri."

"Jadi itu bagus ya."

"Ya, tinggal bangun kepercayaan dan komunikasi baik. Kira-kira nih ya, kalau kita sudah setia, eh di lain waktu dia ketahuan selingkuh. Kira-kira gimana sikapmu?"

"Ya marah dong, masa gitu. Sama saja dia menginjak kehormatan kita."

"Terus?"

"Terus apa lagi, ya kita pantas marah. Kalau kakak gimana?"

"Bersyukur."

"Loh kok diselingkuhi syukur, apa alasannya."

"Kita sudah setia dan dia selingkuh itu tandanya kita tahu siapa yang punya kualitas. Untuk apa kita berjuang dan memperjuangkan dia yang tidak punya kualitas terhadap komitmen? Lebih baik tahu sekarang daripada nanti saat rasa ini sudah berkarat. Terlalu dalam menyatu di jiwa masing-masing."

"Berarti dia tidak punya kualitas baik!"

"Ya."

"Tapi ada kejadian telah berjuang, eh wanitanya nikah duluan. Bisa karena tekanan keluarga atau lelah menunggu kita yang gak jelas. Salah siapa?"

"Bukan salah siapa-siapa. Kita hormati keputusan masing-masing. Adapun soal rasa perih itu urusan lain, bisa saja itu proses pendewasaan."

"Tapi kadang dalam hal ini, maaf, kenapa banyak orangtua melarang anaknya berhubungan. Minimal memberi petuah yang cukup keras. Padahal kita sudah bebas, sudah bisa memilah mana yang baik lagi buruk. Seharusnya menurut artikel yang saya baca, orangtua harus lepas kendali!" kata adik saya yang satunya baru masuk ke pembicaraan. Waktu sudah menunjukkan pukul 00.30 tapi diksui nampaknya makin panas.

"Tunggu dulu, mari kita lihat, pertama kita ada dibawah tangung jawabnya. Kedua, orangtua ingin anaknya berhasil. Ketiga, di mata orangtua anak itu selalu kecil, sedewasa apapun dia. Kecil di sini bukan dalam artian fisik tapi entah di matanya kita kok masih anak-anak yang dulu merengek, marah, dan ngambek. Pertanyaanya, sudahkah anak memahami ini?"

"Iya sih, tapi apa salahnya diberi kebebasan sebentar? Biarkan anak menjalani masa pubernya. Toh, tidak buruk-buruk amat."

"Buruk apa baik itu sederhana parameternya, silakan lihat! Apa selama ini dekat dengan dia banyak manfaat atau sebaliknya? Banyak negatif atau positifnya? Tambah produktif atau tambah tersungkur di janji manis tanpa bukti?"

Dia diam, sesunyi malam yang mulai dingin merayap. Denting jam sudah menginjak 02.30 dan saya rasa sudah saatnya mengistirahatkan badan dan jiwa apalagi besok saya kudu berjuang lagi menembus masa.

Meski ada seraut tanya di sini, apa kamu sudah baik di sana? 

Ya dia tengah diuji dengan sakit kepala dan demam. Dia yang begitu saja hadir lantas menyusup di pintu hati. Meski jarak jauh memisahkan dan usia amat terpantau jauh. Di mata rasa, siapa yang bisa berdusta?

Malam yang dini ini sungguh memberi aku banyak belajar, ada banyak yang kami pikirkan, bicarakan, dan harapkan. Kami tidak tahu akan ke mana jalan takdir menuntun? Kami pun tidak tahu, apa nanti kami akan mengiasi bumi dengan sebuah nama, titel dan jasa besar.

Kami hanya percaya, Allah selalu kasih pada hamba-Nya. Allah selalu ada untuk hamba-Nya. Allaah memberi apa yang menurut-Nya baik untuk kita bukan apa yang kita kira baik untuk kita.

Bersukurlah kamu memiliki dia yang tulus mencintaimu, mau sama-sama berjuang dan membangun jiwamu agar tidak berhenti bergerak. Orang besar selalu memiliki dia yang spesial, nah kamu gimana? Sudahkah peka dengan dia yang selalu ada untukmu? Wallahu'alam. (**)

Pandeglang, 14/2/2023    14.24

Posting Komentar

0 Komentar