Ngaji Kok Dibayar?


  Kok Ngaji di Bayar?
___
Kalau kamu disuguhi pertanyaan demikian, kiranya apa jawabnya?

Kita tidak bilang hukum haram apa boleh dulu ya, tak lain agar tak terjebak dalam penghakiman. Kita paham setiap kegiatan atau pembelajaran itu ada tujuan, dan insya allah baik. Penulis mengajak untuk berperasangka baik.

Ketika membicarakan ngaji di bayar fokus kita pada dua hal, antara belajar dan mengajar. Kalau dengan pengajar rasanya kita sepakat itu diperbolehkan. Selain itu masyhur juga kita menguras waktunya. Delegasi waktu itu kita hormati. Ada biaya lelahnya.

Sebagai rujukan kita dapat lihat di dalam kitab Fahul Muin, kitab yang akrab di telinga kalangan santri. Di sana Syeikh Zainuddin al-Malibari jelas mengatakan hukumnya mubah. Apalagi di jaman dinasti Islam masih jaya kegiatan Ulama digaji lewat Baitul Mal. Istilah lain dari uang negara. Sekarang pun ada yang begitu, dan ini dimaklumi. Kesimpulannya, boleh.

Akan tetapi bagaimana dengan pelajar/jamaah yang mengaji terus dibayar?

Pertama ini agak asing, kedua kenapa harus dibayar. Kita tahu setiap kegiatan belajar-mengajar yang "membutuhkan" itu pelajar tersebut. Itulah kenapa, halaqah atau kajian disesuaikan dengan waktu pengajarnya bukan pelajarnya terkecuali pembelajaran privat itu lain lagi.

Tapi kita katakan itu haram pun tunggu dulu. Perlu kajian kompherenshif untuk menghukumi. Saya sendiri sampai saat ini belum menemukan, mendengar, atau membaca fatwa terkait masalah itu. Pendek kata, penulis belum tahu hukumnya.

Feace ya?

Hanya saja, dilihat dari analisa bebas penulis sepertinya memang tidak terlalu beresiko. Penulis beralasan dengan dua hal: pertama ini strategi, kedua peluag untuk para dermawan dan budiman.

Loh, kok begitu?

Mungkin begitu ya, menurut apa yang penulis baca di salah buku Buya Hamka di sana diterangkan terkait menjamurnya gerakan misionaris di wilayah nusantara. Gerakan itu terstruktur dan masif. Mungkin lain lagi kalau warga setempat "tidak beragama" atau "agamanya sama", namun bermasalah kalau agama warga setempat berbeda. Sesuai dengan keputusan tiga menteri.

Untuk itu, Muhamadiyah gencar mengadakan acara bagi-bagi sembako gratis dengan kajian islam. Itu bentuk strategi meminimalisir gerakan kristenisasi yang mewabah kala itu. Perlu teman-teman tahu, Muhamadiyah dan DDII termasuk ormas yang aktif membongkar gerakan pemurtadan di beberapa wilayah nusantara. 

DDII termasuk yang aktif mengirim dai ke pelosok negeri untuk memberi edukasi juga pengajaran pada warga setempat. Singkatnya, warisan ini telah kultur di warga muhamadiyah. Kita lihat tiap jum'at ada santunan yang acapkali dibagikan warganya dan itu disiarkan media. Inilah yang saya katakan strategi dakwah.

Ada pun dengan peluang untuk para dermawan juga budiman melakukan amal shalih tak lain menarik minat "mereka yang miskin semangat kajian" agar tertarik juga senang hati di kajian ini. Walaupun idealnya mode kajian ini tidak digunakan untuk jangka panjang.

Kita harapkan siapa mengaji mereka yang hadir karena panggilan hati dan ingin memperdalam agama bukan sekedar demi kepentingan semu. Bagaimana pun kita tidak usah pula mencaci jua meledak yang tertatih untuk belajar tersebut.

Saya melihatnya seperti mualaf yang masuk asnaf zakat. Syara' memberi zakat sebagai bentuk kepekaan untuk menarik minat mereka yang baru tahu Islam. Perhatian besar dari saudaranya biasanya membuka celah kesadaran juga kecintaan tulus. Tentu saja ini sekedar opini bebas saya, tidak mutlak benarnya.

Lagian corak kajian seperti ini biasanya tersebar di kota-kota kecil yang kadar pendidikan juga pahamnya agak masih suram. Di beberapa kota besar yang literasinya baik mungkin akan dianggap aneh, terkesan sodok atau mengumulkan masa demi kepentingan semu.

Di wilayah kota saya sendiri, Pandeglang, cukup banyak. Biasanya kajian bulanan di majlis ta'lim yang jamaahnya rata-rata kaum wanita. Di sana selain ada acara kajian agama juga istigosah, ada juga tahsin juga tadarus al-Qur'an. Sejauh yang saya tahu baik dan positif. Tidak sedikit yang biasanya malas mengkaji karena "ada dorpraise" berbondong terpacu untuk hadir.

Sampai sini, kita perlu mengapresiasi gerakan demikian. Kalaupun ada ha yang buat kita tidak setuju, alangkah bijak kita koreksi dengan cara-cara beradab. Proyeksi berbangsa kita selain mempersatukan juga membuat kita dewasa melihat perbedaan. Hanya kepada Allah kita meminta dan berharap. Wallahu'alam. (***)

Pandeglang, 7 Februari 2023

Mahyu An-Nafi

Posting Komentar

0 Komentar