Sekilas tentangmu

Mungkin ini cemburu
saat tahu kamu bertutur mesra pada dia
mungkin kamu cemburu
saat ada dia tersenyum manis pada ku

Kita mungkin cemburu
hanya saja malu untuk jujur adanya.
-- Mahyu An-nafi


Kita satu grup tilawah di sebuah grup WA. Kamu menemukanku. Tadinya aku heran, bagaimana bisa kamu menemukanku? Kenal di mana? Terus kok bisa, tahu-tahu akrab saja. Aku pikir kamu kirom yang setia mengingatkan jadwal tilawah kalau anggotanya lupa. Dan aku, termasuk yang sering lupa.

Cepat merayap semua terasa nyaman. Aku dan kamu pun seperti jadi kita. Kita yang terpisah usia terlampau jauh sempat membuatku gap, "Waduh, usia abang lumayan juga," katamu. "adek kira sudah berumahtangga." tambahmu.

 Lucu sih, semudah itu mengatakannya, padahal itu agak sensitif. Tapi aku berpikir, mungkin dia belum menyadari bahasa itu.

"Panggil aku adek saja dan kamu kakak. Kita saudara," jelasmu. Setelah itu, kita makin dekat, "Ya, seperti Bang Jefry. Dia kirom juga. Baik orangnya." Jujur saja aku jengah, dibandingkan oleh orang yang baru dikenal? Mau kirom atau apa, ya sudah. Tak ada urusannya denganku. Lagian tidak kenal juga. 

Aku merasa; jadi lelaki kedua, laki ketiga yang membalas video call juga chat-mu. Aku hanya menunggu, tanpa kamu tahu aku lelaki yang punya rasa. Anehnya, justeru kamu marah-marah saat membicarakan masalah komitmen.

Aku bingung. Ini orang maunya apa. Aku perhatikan dan sedikit demi sedikit mencari tahu seperti apa kejiwaannya lewat tulisannya. Aku tersentak kaget, "Kamu anak yang terlalu disayang agar tidak merasa sendiri dengan kenyataan pahit."

Baik sih, tapi untuk waktu yang lama berbahaya untuk tumbuh kembangnya. Kita gak tahu, dunia digital itu bebas, apa tidak khawatir disalahgunakan oleh lelaki yang antah-berantah. Respon mbak-nya baik walau penuh teka-teki.

"Kenapa sih, kalau lagi dedek sakit kakak suka cari masalah aja. Kenapa gak mau ditelpon, kenapa gak mau video call, kenapa gak macam Bang Jefry! Katanya kita saudara." katamu mengamuk juga merajuk.

Aku katakan, "kita memang dekat, oke. Tapi tetap saja, kita tetap orang lain. Untuk apa artinya iman kalau tanpa amal? Untuk apa arti santri kalau tiap hari kita video call? Untuk apa kita tilawah? Dan yang buat kakak kasihan adalah dikemanakan hafalan Alquran yang harusnya kita jaga?"

Kamu memang belum paham tapi mbak-mu paham. Aku punya prinsip, yang entah merasa dilecehkan kalau tak dihargai. Aku tidak peduli siapa itu Jefrry, apa dan gimana sikapnya. 

Intinya aku bukan dia dan tidak mau disamakan. Kalau dia lebih membuatmu nyaman, ya sudah. Biarkan aku nyaman dengan kemerdekaaku. Itu saja. Aku malu, malu pada pemilik semesta: Allah jalla jalaluh.

Itu dulu, ya dulu. Seorang Rahma yang amat polos. Kini kamu mulai berbenah dan memperbaiki diri. Kamu mulai dewasa! Setidaknya, di depanku atau saat chat-an denganku. Kalau di rumah mungkin masih, ya masih soalnya bocoran dari orang dekatmu.

Apa itu masalah? Sepanjang itu proses pendewasaan, ya apa yang disalahkan. Semua butuh waktu. semua butuh usaha. Usaha itu yang akan menuntun. Janga lupa doa dan harap pada-Nya. Karena tak ada yang mampu membolak-balik hati seorang hamba terkecuali Allah swt.

"Itu karena kakak," katamu tersenyum manis. Sesak dada ini. Kamu memang manis, lebih manis dari si Milea itu. Kenapa harus cemburu? Aku tahu kamu cemburu dan aku senang. Tunggu dulu, karena aku!

Tidak-tidak, itu karena-Nya. Karena ikhtiarmu. Aku sih, hanya mengarahkan. Tidak lebih. Sudah itu. Waktu masih harus diperjuangkan. Aku tidak mampu menjanjikan apa-apa. 

Aku memang suka nulis, katakanlah penulis. Itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan meminangmu. Karyaku masih berserakan di meja redaksi, belum diterima. Kualitas nulisku masih newbi. Usahaku pun hanya penghias saja. 

Sekarang aku harus menerima, apapun takdir-Nya. Seperti menerima "mereka" yang tidak mampu menunggu. Lari ke hati lain. Sekarang moga bahagia. Mau gimana lagi.

Hidup itu harus realistis. Semanis apapun harus disyukuri, sepahit apapun harus diterima. Begitupun kamu, "Jangan menunggu ku. Itu berat, kamu gak bakal kuat. Biar akus saja," plesetan dari Novel "Dilan dan Milea". Kalau pun mau silakan, resiko tanggung sendiri ya. Haha. 

Selesai curhatnya!

Pandeglang, 11 april 2023

Posting Komentar

0 Komentar