Membunuh Kebosanan


__
Tadi aku disuruh belanja ke Pasar. Jadwal belanjaan sudah ditangan tapi setiap barang dicari tidak ada. Berkelilinglah dari satu toko ke toko yang lain. Aku merasa sibuk sendiri di antara kesibukan orang. Bergumul orang berbelanja sedangkan aku hanya satu-dua yang dibeli. 

Semenjak Emak buka warung kecil-kecilan di dapur aku sudah jarang ke Pasar. Ke Pasar hanya untuk belanja atau sesekali mengontrol si Abang yang dagang. Namanya bulan puasa, pasaran kopi tidak seperti dulu. Mungkin efek hegemoni atau bisa jadi karena pergeseran perspektif orang.

Di rumah atau di Pasar sebenarnya aktivitas tidak jauh beda. Kalau tidak menulis ya membaca. Kalau tidak membaca ya tidur. Kalau tidak tidur yang membunuh kebosanan. Rasa bosan itu dibunuh dengan melihat podcast, mengobrol atau melihat sekitar lantas berimajinasi.

Rutinitasnya tidak jauh begitu. Membaca buku-buku atau menulis itu menu utama. Sampai sejauh ini membaca terjemahan tafsir Ibnu Katsir belum jua khatam. Sampai saat ini membaca fiqih 4 madzhab belum usai. Sampai saat ini al-adzkar belum pula kelar. Belum koleksi puluhan sampai ratusan file menanti dibaca. 

Kalau mereka bisa bicara mungkin akan berbicara, "Kamu ke mana saja, kok jarang apelin kami, kak?" 

Untungnya tidak. Aku setia kok di sini, menemani hari-hari dengan aktivitas Literasi. Terlalu banyak yang dibaca membuat aku ketar-ketir sendiri, sibuk sendiri. Harus mana dulu yang harus dibaca. Semuanya seru. Semuanya penuh minat.

Mungkin kamu melihat tiap hari aku di rumah. Mungkin kamu melihat aku di Pasar duduk termenung. Percayalah, aku sibuk dengan duniaku. Aku terlalu sibuk dengan mimpiku. Bagiku tiada penting tempat, di mana saja aku harus sibuk. Menyibukkan dengan aktivitas literasi. 

Meskipun sibuk bagi banyak orang adalah banyak orang. Banyak keluar rumah. Sedangkan sibuk bagiku, ketika tiga buku berhasil aku baca dan 20-30 tulisan berhasil aku hasilkan per minggu. Meski belum punya royalti apa-apa. Aku merasa aneh di antara orang-orang yang tak sejalan. Kok segila itu menulis, padahal bukan siapa-siapa.

Kamu saja aneh apalagi aku?  

Aku sering malu kalau disebut penulis. Kesannya besar dan populer gitu. Padahal baru tahap suka dan belum punya apa-apa. Ingin meninggalkan sok sibuk ini, terus mau sibuk apa lagi. Pada-Nya aku hanya meminta petunjuk untuk di mana maqom yang tepat untukku. 

Jadi begitu caranya, kalau membunuh rasa bosan dengan membaca dan menulis. Kalau sedang bosan benar aku membaca novel. Dengan membaca novel aku merasa hidup lagi, apalagi novel dewasa, huh! Deg-degan.

Tapi tidak setiap orang suka membaca dan menulis bukan? Ya, membunuh kebosanan tidak hanya itu. Mereka yang suka tilawah dan bersuara merdu mungkin bersenandung. Sedangkan aku, tahu diri untuk memainkan balok-balok tingginya. Semoga dengan menulis ada hati yang mengingat-Nya. Semoga dengan membaca aku tahu dan menyadari kebesaran_Nya. (**)

Pandeglang, 10  April 2023   14.23

Posting Komentar

0 Komentar