Puasa ke 22 : Setapak Demi Menulis Kembali


Menulis itu tidak mudah. Semudah makan nasi. Beda urusan kalau urusan bagus, maka aku angkat jari. Di mana tulisan bagus hasil dari seleksi panjang oleh mereka yang ahli. Praktisi menulis mungkin bisa gampang membuat tips "gimana tulisan yang bagus", untuk pemula tetap saja sulit. 

Sesulit melupakan mantan. Sesulit melupakan kenangan. Sesulit mengunyah permen karet sisa orang lain. Itu kata mereka yang belum serius mencoba. Kalau menurutku sih, sulit juga. Ada mudahnya juga. Tergantung tulisan seperti apa yang mau digunakan.

Sebentar lagi buku antologi fiksi mini dan puisi-ku bersama teman-teman se-nusantara akan selesai digarap. Diterbitkan oleh ISP Publishing Semarang. Aku tidak tahu, apa berbayar atau justeru berbayar. Ini jadi kabar gembira sekaligus bahan pikiran bagiku. Setelah ini mau ke mana lagi?

Apa aku akan tetap di sini, di Pandeglang. Menyusuri mimpi. Menikmati aroma sawah. Menyaksikan burung-burung. Sesekali membaca sajak untuk mereka yang terus bermuka masa. Sungguh aku tidak tahu. Masa lalu itu histeri, masa depan penuh misteri, dan hari ini ngeri. Begitu ujar Habib Ja'far kepada Onad di podcast "Close The Door".
 
Atau seperti dikatakan Imam Ghazali yang jauh dari kita adalah masa lalu. Sekarang akan jadi cerita nanti. Demikian waktu berputar tanpa peduli terhadap kita. 

Aku ingin terus menulis. Menuangkan semua. Sekarang, di puasa ke- 22 (13/4/2023) akan menjadi sejarah. Sejarah untukku atau mungkin yang lain. Lagi-lagi aku tidak tahu. Biarlah semua mengalir apa adanya. (**)

Pandeglang, 13 April 2023   22.03

Posting Komentar

0 Komentar