HASRAT

Ilustrasi hasrat jiwa. (Sumber Qureta.com)

Hasrat itu sesuatu ada berada di kedalaman jiwa. Ia memang tersembunyi tapi ikut menggerakkan roda kehidupan. Ia energi yang tergantung siapa yang membawa juga mengarahkannya. Kalau pada kebaikan maka ia akan jadi energi positif. Kalau berada di keburukan maka ia akan merongrong jiwa pada kehancuran.

Itulah hasrat yang kadang kala dikambinghitamkan. Ia tertuduh sebagai biang persoalan. Perubuh mimpi juga peradaban. Padahal saat terjadi bukan salah hasrat tapi tujuan yang menggerakkan itu patut digarisbawahi.

Hasrat tidak hanya pada hal sekunder, tetapi hasrat juga terarah pada aktivitas menulis. Mungkin menulis itu mudah, mungkin juga susah. Susah dan mudah itu tergantung kamu seringkah melatih atau hanya cuap tanpa aksi.

Aku sering menulis, kadang malas juga tulisan sendiri. Rasanya kurang matang gitu, apa yang kurang. Kurangnya di mana. Di mana nyarinya. Maka, kalau kamu ingin bisa menulis ya harus nulis. Nulis apa yang kamu mau dan harapkan. Isinya terserah.

Selain nulis kamu juga harus membaca. Membaca itu amunisinya. Seperti makan juga harus ada nasinya. Kalau makan tanpa ada yang akan dimakan, mau makan apa. Makan hati?  Atau makan harapan? Palsu dong?!

Ada amtsal menarik dari Kang Munif--adik Kang Abik penulis Ayat-ayat Cinta-- orang yang yang " suka berak" tapi "tidak makan" itu bermaslah. Begitu juga orang yang "suka makan" tapi tidak "pernah berak" maka dipastikan berpenyakit pula.

Begitulah, orang "suka menulis" tapi tidak "suka baca" apa bedanya dengan orang berak tapi tidak makan? Begitupula orang yang "suka baca" tapi tidak "suka nulis" itupun aneh, mau dikemanakan itu ilmu ditumpuk? Padahal ilmu itu amanah. 

Boleh jadi bagi kita biasa saja tetapi untuk sebagian mereka itu suatu hal yang luar biasa. Rata-rata orang besar mereka yang melek baca dan pandai menulis. Entah itu Ulama, ilmuan atau bahkan seniman pun. Semua kembali ke kamu, hasratmu apa? (**)

Pandeglang, 20 Mei 2023    17.47

Posting Komentar

0 Komentar