Ke Kampus Untirta Pakupatan

Depan kampus Untirta Pakupatan (dokumen pribadi)

Adik saya meminta diantarkan ke kampus Untirta Pakupatan. Saya pikir dekat ke Ciloang, tempat Rumah Dunia berada. Soalnya saya ada kelas menulis hari ini, sekalian saja. Jujur saja, pengalaman saya belum terlalu jauh. Bisa dikatakan kujal, kurang jalan-jalan.

Tadinya akan berangkat jam sepuluh tetapi tertunda untuk satu dan banyak hal. Berangkat jam sebelas seperapat dengan cuaca membakar lagi debu berhamburan. Belum lagi hilir mudik mobil trayek cukup membuat lelah. Ya, ini perjalanan pertama sekaligus cukup mengesankan.

Saya berpikir, gimana caranya mudah sampai ke Rumah Dunia? Bukankah apa-apa waktu sudah mepet, saya takut terlambat. Terlambat entah kenapa membuat saya resah. Padahal seharusnya biasa saja, bukankah terlambat adalah budaya kita.

Cung, siapa yang suka terlambat?

Betapa saya dibuat heran sekaligus tertawa, ternyata jarak dari Untirta Pakupatan ke Rumah Dunia hanya sepelemparan batu. Ngapain harus muter-muter padahal ada alternatif melalui jalan Pusri. Namanya gak tahu mau gimana, jalani dah.

Saat sampai di kampus salah juga masuk jalan, eh, ya Allah. Adzan sudah berkumandang. Dan Salat tengah dikerjakan. Saya ketinggalan jama'ah. Sedih sih, apa artinya kalau sudah terjadi.

Kata Pak Satpam rute terdekat untuk ke Ciloang itu ikuti jalan tadi, nanti ada jalan masuk ke perkampungan yang banyak ojeknya, baru masuk. Agak takut nyasar juga. Bismillah. Tidak butuh waktu lama, paling lima menit. Ya Allah, pengen ketawa saya. Ada ya begitu. Untung saya mau nanya. Orang mau nanya memang bagus.

Tetapi ada hal yang membuat saya optimis bahwa dalam hal apapun kita harus punya nyali. Nyali itu membuat kita yakin, percaya dan berani. Apalagi laki-laki tidak boleh cemen, harus mau belajar menghadapi masalah. Masalah dihadapi bukan untuk ditangisi.

Sorenya, dari Ciloang saya menuju Pakupatan melewati jalan kota, ya Allah muter-muter. Lucu mengingatnya, saya merasa jadi orang bodoh. Ha-ha. Di kota sendiri saja masih bingung, nyasar apalagi di kota lain. Di kota-kota seantero negeri.

"Masa iya, di kota sendiri aja nyasar. Masih Banten loh, kak?" tanya dia keheranan.

Saya tertawa, menertawakan diri. Ah, betapa banyak hal yang belum saya raih, betapa tempat yang belum saya kunjungi. Lagi-lagi saya hanya berharap, semoga harapan itu bukan semata hitam tanpa cahaya. (**)

Ciloang-Pandeglang, 14 Mei 2023    20.29 

Posting Komentar

0 Komentar