Suara Kerinduan

Dokumentasi pribadi

"Aku baik-baik saja di sini," katamu mengabari. 

Satu jam lalu. Aku lihat sudah offline WhatsApp-mu. Kamu pun menulis juga sebuah kata-kata, yang itu seerti surat rindu. Aku tidak mau menyebutnya cinta. Sebab, sebelum ada rindu cinta sudah dulu menyapa.

Di sini aku terdiam. Sesekali dadaku masih sesak, rindu kian mendesak setelah membaca rasa kerinduanmu. Rasa yang membuatku diam dan tersenyum. Dengarlah sayang, aku pun merasa apa yang kamu rasa. Hati-hati di sana, jaga diri. 

Kata-katamu membuatku terheran-heran, itu surat cinta yang mungkin aku terima. Surat cinta yang membuatku merasa terbang. Begitulah, rindu tidak harus kita tolak, rindu pun tidak boleh membatasi kita. Biarkan ia hadir memeluk jiwa kita dengan rasa indah yang memabukan. Tetapi tidak meninabobokan kita di antara belenggu.

Terlalu banyak kata yang ingin aku ungkapkan tapi seperti sirna melihat senyum dan kata-katamu. Aku terlalu hanyut di antara pesona. Aku lupa, aku masih di dunia melihat cakrawala. Melihat kenyataan. Melihat semua yang abu-abu. Aku pun masih di sini menggambar mimpku untuk segera direalisasikan.

Apa pun yang kita rasakan kita percaya, biarkan itu mengalir.  Untuk kita jaga dan pelihara. Tidak usah khawatir untuk mempertanyakan apa yang buat kita cemas biarkan semua mengikuti alurnya. Aku di sini menjaga dan kamu di sana memlihara. Sama-sama merawat juga menyiraminya dengan rasa percaya.

Sepertinya aku harus belajar merindu kepadamu. Ya, meski katamu baru pertama tapi tidak senorak diriku. Yang pernah tetapi masih belum memahami rindu itu. Padahal rindu itu kita. Kita yang boleh tahu dan tak boleh orang lain tahu. Jangan membiarkan orang "merasa tahu", karena kalau begitu maka rasa itu kekurangan getarannya. 

Maaf, kemarin ada setitik air keruh di antara kita. Aku akui itu karena salahku. Rasa sesal yang terus menghantui pikiran. Untuk itu aku kembali lagi mengeja rasa ini, dan kini getarannya luar biasa. 

Jaga kesehatan di sana. Di sana jadilah dirimu.  Tidak harus memikirkan apa di masa depan jadi apa. Jadilah di masa kini menjadi hamba yang menggandrungi ilmu, mencintai kebaikan, menghormati orang tua, tidak lupa saudara-saudara, barangkali yang perlu itu  rasa rindu. 

Sebab rindu sering menghangatkan dari dinginnya suasana. Gelapnya curiga. Meskipun butuh perjuangan dan dasarnya kejujuran. Kalau bukan itu, sia-sia. (**)

Posting Komentar

0 Komentar