Pikiran Tadi Malam

Malam biasanya gelap, apa hatimu gelap? (Koreksi Pribadi)
Islam sendiri secara tegas mengatakan libido atau gairah seksual adalah ciri kemanusiaan. Itu tidak bisa ditolak apalagi dibunuh, perlu di salurkan. Hanya saja, harus tahu kapan dan di mana. Dua hal ini harus jadi perhatian.

Tadi malam aku tertidur tapi malam sekali menjelang dini. Tubuhku, aduh terasa nyeri. Rasaku, aduh, terasa panas dingin. Aku pun main hape, malamku habis bukan untuk mensujudkan kening takarub pada-Nya. Malamku tercuri oleh konten-konten memanjakan mata dan menghinakan iman.

Tadi malam aku merasa bukan diriku, diriku yang seharusnya menyetor dua  tulisan dan sedikitnya membaca minimal 100 halaman. Aku menyesali, kenapa produk zaman mudah melunakan semangatku daripada bahan keabadian yang bakal dituai di sana.

Tadi malam aku coba mencari "makna freedom" itu apa, tidak hanya dilihat oleh kita yang muslim tetapi oleh siapa pun mereka dari banyak bangsa. Bebas ini sering jadi bahan diskusi hangat, bebas seperti apa yang kemungkinan diharapkan manusia?

Apakah dengan beragama lantas dikungkung aturan itu juga bentuk tidak bebas? Atau bebas seperti yang dipahami Sigmund Freud bahwa bebas itu pelepasan libidonya sebebas-bebasnya tanpa diatur-atur juga dibatasi. Gairah seksual harus jadi "agenda utama" manusia untuk memenuhi gejolak jiwanya.

Semangat ini yang di tahun 50-an di Amerika merebak dan menyebar ke seantero dunia dengan bermunculan film-film cabul lagi porno. Bahwa aktivitas seksual bukan lagi hal tabu tapi itu hak setiap orang menikmatinya. Negara tidak boleh lagi membatasi apalagi melarang justeru sebaiknya memberi ruang.

Islam sendiri secara tegas mengatakan libido atau gairah seksual adalah ciri kemanusiaan. Itu tidak bisa ditolak apalagi dibunuh, perlu di salurkan. Hanya saja, harus tahu kapan dan di mana. Dua hal ini harus jadi perhatian.

Lantas, bagaimana kalau tidak mau disalurkan libido itu?

Imam Ghazali di kitab Ihya Ulumuddin tidak mempersoalkan kalau punya alasan yang tidak dicaci syara'. Kenapa begitu? Kembali ke hukum asal nikah sendiri boleh, artinya bisa memilih. Itulah kenapa semisal Imam Jarir at-thabari, Imam An-nawawi dan Imam Ibnu Taimiyah misalnya memilih "menjaga libidonya" untuk disalurkan pada semangat keilmuwan.

Tidak sedikit yang mempersoalkan pernyataan Imam Al-Ghazali apalagi tokoh agama generasi sekarang tidak mau ketinggalan balas mencaci. Adab kalah oleh ilmu. Padahal kalau kita lihat penjelasan dari mereka yang lebih objektif tidak ada soal dengan pernyataan Imam Ghazali itu. 

Itu begitu cerdas dan objektif. Kalau Anda ingin menikah agar penyaluran itu halal maka silakan. kalau belum mampu, ya menunggu sampai mampu. Kalau tidak mau, ya terserah tapi harus punya landasan teologis. Tidak usah dipaksakan pada akhirnya jadi bumerang.

Ini pikiran tadi malam saya, aduh hancur jadwal yang dari pagi. Kemarin saya tidak menulis, membaca sedikit dan terlalu sibuk dengan pikiran saya. Perasaan saya tidak sibuk sebab ia tengah singgah di hati orang, sedang pikiran saya mencari jalan untuk menembus portal masa depan, menembus peradaban islam nanti, dinamisnya gimana? (**)

Pandeglang menjelang jum'atan,   16 Juni 2023    11.30

Posting Komentar

0 Komentar