![]() |
Acara Bincang-bincang bersama PPI di Rumah Dunia, Minggu (30/7/23). |
Tadi pagi, aku mengantarkan Emak ke Pasar. Di Pasar, ya tahu sendiri mau apa, ya? Belanja. Pas belanja di suatu toko, aku bersitatap dengan wanita yang, bagiku mirip sekali dia di sana. Ya, seseorang yang sering buatku merasa spesial.
Aku tidak menatapnya, aku pun tidak menyapanya. Hanya saja sepanjang pulang aku berpikir, apakah cantik itu? Orang bilang cantik itu karena cinta. Cinta memudahkan kita berkata cantik, karena di mata kita memang begitu adanya. Entah karena cinta membuat semua yang kita lihat darinya cantik atau cantik soal rasa saja.
"Cantik itu," kata lelaki biasa, "yang tinggi, putih, menarik dan indah ditatap. Tubuh mungkin jadi acuan, sebab di balik tubuh cantik wanita tersimpan sesuatu yang buat kita mabuk karenanya. Itu fakta indah terkait wanita."
Pernyataan di atas ada benarnya, yang jadinya banyak bermunculan produk kosmetik yang diburu banyak kaum wanita. Di mana-mana ingin cantik. Bahwa cantik itu, putih, tinggi dan mempesona. Belum lagi dengan tagline kebebasan yang merebak, kalau cantik yang terbuka.
Iya sih, tren jilbab di mana-mana. Barangkali bisa membendung opini tentang cantik ini. Nyatanya, untuk mencari wanita yang menutupi auratnya mudah sekali, tak harus melihat di pondok atau majlis taklim. Tetapi di balik itu, cantik merasuk ke gejala soal berjilbab. Misalnya, busananya tipis atau terbuka. Busana muslimah sih, tetapi terlihat lekuk tubuh dan hal yang buat mata lelaki lupa berkedip.
Pada akhirnya, cantik dimaknai fisik saja. Jilbab hanya pada bentuk tubuh saja. Ada banyak yang kita lupakan bahwa luput dari sisi esensial, yakni menjaga kehormatan dan kesucian wanita. Sebagian kita banyak yang malas menggali untuk tahu cantik sesungguhnya itu apa. Kalau malas untuk menggali pengetahuan dan memikirkan kekuasaan Allah sering luput, wajar mudah parsial memahami cantik sesunggunya.
Sebagai lelaki biasa ada saat saya dibuat tertohok melihat di depan saya wanita cantik dengan busana yang meremas iman; bagaimana dibuat serba salah antara melihat dan menghindari tontonan itu. Seperti kita tahu, pasar adalah tempat berkumpulnya banyak kalangan. Pun hari ini, saat mengantar Emak.
Ada keherenan saya, apakah suamainya tidak marah? Melihat keindahan itu dihidangkan ke mata-mata lelaki secara gratis. Berbeda mungkin kalau di mendos. itu sangat mudah ditemui. Pretensi-nya pun berbeda. Nah, ini di depan mata saat kamu terjaga?
"Saya tahu, banyak laki melihat cantik hanya pada wujud nyata, ya terserah. Tetapi itu mudah sirna, saat di mana menjalani hubungan tidak cukup pada tubuh indah saja. Bukankah yang seringkali main hati itu, mereka yang selalu merasa cantik ya? Saat tubuh indah seperti jualan belaka. Padahal tubuh hanya aset. Silakan pilih wanita yang cantik tapi ingat, itu bukan tujuan utama. Itu kata Nabi," jelas laki-laki normal.
"Ah, sok idealis, luh!"
"Bukan idealis, ya sejujurnya begitu. Kita tidak senang saat wanita hanya melihat ganteng atau tajirnya laki-laki saja. Begitupula kita laki-laki, harus adil menilai: laki-laki matrealis lebih pantas untuk wanita lebih matrealis, yang mana lebih "menuhankan benda" dari apa kepuasan batin yang tidak akan sirna. Rumus ayat suci katakan itu!"
"Tetapi itu hal sukar di zaman sekarang?"
"Yaps, sukar sekali. Tetapi, bukan mustahil. Mutiara tersimpan di laut yang dalam bukan bibir pantai yang tiap orang mudah singgah di sana."
Laki-laki biasa itu terbungkam. Bukan karena kalah tapi dia merasa selama ini sikapnya salah. Betapa masih melihat sisi cantik hanya pada lekuk dan imajinasi semu belaka. Padahal Islam melihat cantik ketika iman di dada itu tumbuh sejalan dengan ilmu yang cukup serta bisa menerjemahkan pesan ayat suci dalam kehidupan.
Tiba-tiba saat teringat dengan sosok wanita yang saya panggil Bunda walau ia malu dipanggil begitu. Kata-kata itu sering saya renungkan di sela rasa rindu yang kadang menggelora saat rasa menyergap di kesendirian. Katanya, "Wanita akan cantik di tangan lelaki yang tepat." Nah, sudahkah saya tepat di hatimu?! Hihi. Ini obrolan kita nanti. (**)
Pandeglang, 31 Juli 2023 17.28
0 Komentar
Menyapa Penulis