Ingin Terus dipahami

Foto: Mamah Meong lagi Bocan di teras Rumah. (Sumber Pribadi)

Tadi malam saya harus chatan dan sedikit sekali Waktu saya pun untuk menulis. Rencana menulis "Sisi Lain dari Emak" dan "Renungan Sepulang ke Kuburan" pun tidak jadi saya garap. Hanya beberapa kalimat saja yang baru ditulis harus fokus membalas chat, saya takut ia tersinggung dan menimbulkan apa yang tidak diharapkan. 

Sudah, tak ada lagi. Sudah jangan tanya dengan siapa, yang pasti itu wanita. Begitulah mengobrol dengan wanita sisi lain asyik dan sisi lain punya resiko. Resiko ini yang sering buat saya jengkel. Ya mau gimana, hidup ini kan tentang akumulasi resiko dalam hidup yang kita hadapi. Mau tak mau harus saya hadapi.

Hal yang buat saya heran itu, kenapa wanita ingin dipahami tapi mereka balik berpikir untuk memahami saya? Mereka lebih senang dengan masalahnya, hanyut di jiwanya, fokus ke dirinya, lalu saya ditinggal di luar untuk menunggu. Menunggu apa yang barangkali layak saya tahu. Kalau tak ada, saya harus terus menunggu di depan gerbang seperti pengemis membawa proposal kebajikan.

Saya sungguh heran, kenapa terlalu fokus ke dirinya? Saya tahu mereka punya masalah, mungkin tidak ringan. Lah, saya juga punya masalah. saya juga punya waktu ingin didayagunakan untuk menulis dan membaca, tapi kenapa tidak paham? 

Betapa banyak hal saya tidak lakukan untuk menghormati dalam obrolan, demi chat-an itu. Bagi saya, menghormati jauh lebih baik daripada mengabaikan demi idealisme. Di mata wanita barangkali laki-laki itu kuat dan selalu tegar, sedangkan wanita hanya terkenal soal mengenai perasaan saja sudah rapuh. Ya, karena wanita penuh rasa sedangkan laki-laki pemuas ingin wanita. Ngeri ya bahasanya?

Sudah kalau gini, pertanyaan saya, kenapa abai dengan lawan bicara? (**)

Pandeglang, 25 Juli 2023    06.22

Posting Komentar

0 Komentar