![]() |
Sadar diri itu bagian kejujuran. (Pixabay. Com) |
Cara mudah melihat kejujuran itu, saat omongan sesuai dengan aplikasinya. Itu yang termudah. Kalau yang tersulit mungkin kita menguji sejauh mana sikapnya. Masalahnya adalah banyak dari kita yang bersuara tentang kejujuran tapi sebatas di depan orang, terhadap sendiri jauh panggang dengan api. Panggangnya matang, apinya mati.
Aku pernah kenal orang, ya dikatakan baik. Baik dalam artian karena ia santri dan masih aktif mengkaji ilmu keislaman pula. Bisa dikatakan, tiap hari simbol keislaman terlihat. Siapa yang curiga ia orang tidak baik.
Hingga pada suatu waktu, ia datang tergopoh-gopoh ke toko untuk pinjam uang. Tidak besar katanya, karena waktu itu ada uang di saku. Lagian katanya tidak lama juga, pasti dibayarkan. Padahal waktu itu isi kantong sedang krisis, apa yang ada itu detik-detik menjelang alarm keras.
Apalah daya karena terlanjur kasihan, aku berikan apa yang ada. Dan benar saja tidak lama setelah itu tak ada kabar dan cerita seperti hilang di telan bumi. Kalaupun kemudian bertemu, seperti kacang lepas dari kulitnya.
Sungguh aku heran, heran banget. Kenapa orang yang menampilkan simbol keagaman bisa berbuat culas begitu. Apa dia tidak tahu, apa yang dia tampilkan punya muatan moral bahwa ia representasi dari agama yang diyakini.
Apa mungkin ini penyebab sisi paradoks di negara kita, di sisi lain kita patut bangga dengan mayoritas Islam, di sisi lain kenyataan sosial kita belum lepas dengan korupsi dan nepotisme. Layar kaca kita tidak sepi dengan kasus OTT juga kriminalitas. Entah dilakukan orang biasa dan istimewa, semua nyata.
Barangkali untuk mengurangi korupsi dan nepotimse selain kejujuran kita juga harus sadar diri. Diri kita ini siapa dan bagaimana pertanggungjawaban nanti kalau ada yang bertanya.
Semisal kalau diundang di acara resepsi pernikahan. Lagi asyik-asyiknya makan hidangan, eh, ada orang berseloroh, "Enak benar ya makan, sedang di luar sana banyak rakyat kelaparan."
Hilanglah selera makan. Pas sudah di depan pengantin mau memasukkan amplop, eh, ada yang berbisik, "Beri uang halal ya, kasihan loh, pak!" dengan sorot mata tajam seantero pengunjung.
Sebelum itu terjadi dan jangan sampai terjadi, kita harus menyiapkan uang halal di kantong, Apalagi kalau rajin pakai kopiah dan pandai mengutip ayat suci, maka harus lebih sadar diri. Jangan mudah makan sesuatu yang belum jelas statusnya. (***)
Pandeglang, 17 Agustus 2023 14.52
0 Komentar
Menyapa Penulis