Pertemuan Tak Terduga

Bukit Cinta di Pamekasan, Madura yang Viral. (Sumber internet)

Langit Pamekasan membiru. Pijar matahari menjilat bumi Madura. Hilir mudik peseta masih terlihat di acara Kaderisasi Muda NU. Tetapi tidak mengurangi semangat dan keceriaan, terutama dua sejoli yang duduk di warung dadakan, melingkari meja yang dari tadi membisu di antara ribuan jiwa.

"Apa sih yang buat aa sebegitu yakin ke aku dengan jarak juga keadaan yang sering buat kita... cemas?" katamu di hari rabu, dengan langit penuh awan cerah. Di sela-sela tugas jurnalistik-ku di Pamekasan.

Aku tergagap untuk menjawab. Netra-ku hanya bisa menelanjangi angin yang hitam itu, sesekali memainkan telapak tangan yang terasa dingin. Dingin sekali.

"Kok diam," lagi katamu.

"Lagi berpikir mencari jawaban."

"Ketemu jawabannya," ujarmu menyelidik.

"Belum."

"Terus, apa yang ditemukan?"

"Orang yang tadinya hanya curhat di WhatsApp, sekarang ada di samping," sebisa mungkin bergurau. Aslinya tangan macam mengepal es.

Kamu hanya tersenyum. Terdiam. Sesekali memainkan sepatu dan memilin kerudung hitam yang entah kenapa membuatku lupa, kamu nyata adanya. Aku pikir, cinta ini hanya hal mutsahil bersatu begini.

"Kok Bu Guru di sini?"

"Diajak Ibu Nyai, katanya ada acara pengkaderan muda Nahdlatul Ulama. Lah, aa kok juga hadir? Jauh banget loh!"

"Panjang sih ceritanya."

"Sepanjang harapan kita kah yang terhalang lautan?"

"Eh, gak gitu. Hihi. Maksudnya, aa diajak liputan oleh teman di Banten. Kebetulan dia kader juga. Cuma, maaf, gak memberi tahu karena ya... gitu."

"Gitu kenapa?"

"Takut ketemu."

"Ini ketemu."

"Jodoh berarti. Hahaha."

"Yee."

"Kita masuk lagi yuk, acara lagi berlangsung. Hem gak enak ke yang lain."

"He'em, ya udah."

"Kalau foto bareng tapi gak dosa gimana ya?"

"Halalkan tuh sama aa," ejekkmu sambil tertawa.

"Hihi. Itu mah gak usah diajarin."

"Bentar ya," kamu berlari kecil ke dalam. Tak lama menggandeng dua anak kecil, yang entah siapa dan apa maksudnya.

"Mau apa kita?" tanyaku heran.

"Yee, katanya mau foto. Ini adek bawa penengah biar gak ada fitnah. Katanya, buat kenangan," katamu rusuh sendiri, aku hanya bisa geleng kepala.

Aku bereaksi cepat. Mencegat salah satu peserta dan meminta bantuannya. Minta untuk di foto.

"Itu maaf Kang, kok kaku banget sama isteri sendiri," kata remaja itu tersenyum.

Aku dan kamu saling pandang, menahan tertawa. Setelah lima gaya, kami sudahi. Aku berterima kasih padanya, sepanjang masuk ke gedung acara rasaku teraduk. Tidak rela untuk berpisah. Kamu masuk, diam sambil menunduk. Tetapi kami sadar, ada sesuatu yang bergejolak di jiwa. Entah itu apa. (***)

Pandeglang, 20 Agustus 2023   10.51

Posting Komentar

0 Komentar