Kekasih saya punya kakak, laki-laki jenis kelaminnya. Ia sering cerita ke saya, katanya salut. Tidak hanya itu, juga bangga. Meski kakaknya sudah berkeluarga tapi tetap peduli terhadap kelurganya, tidak lupa diri setelah ada seseorang di hatinya.
"Kasihan selama ini si kakak berjuang padahal beban di rumahnya tidak kalah berat," ujarnya antusias bercerita.
"Sekarang ya, si Kakak memilih resign, demi cintanya pada bapak dan, he'em."
Cerita ini membuat saya tersentuh sekaligus berpikir, terlebih kata pamungkas darinya, "Jangan tinggalkan orangtua, meski ada hati yang terjaga!"
Dari sini di lingkungan sekitar saya bagaimana konflik keluarga mertua vs menantu kerap terjadi. Misalnya, Om saya semenjak punya isteri ada hal lain dari sikapnya. Setiap datang yang ada bukan sapaan tapi lebih kepada "datang minta bantuan", jadinya gesekan sesama keluarga tak bisa hindari.
Menyebar pada sesama menantu vs mertua. Belum lagi pada mertua vs orang tua. Pernah kejadian pula tetangga saya, saat sudah menikah lebih fokus pada keluarga istrinya. Dari pihak laki-laki marah sangat, karena kehilangan kepedulian juga perhatiannya.
"Isterimu adalah orang baru bagimu, sedangkan kami adalah orang yang "mengantarkan" kamu pada kesuksesan sekarang," demikian ujar yang tersebar.
Kasus lain misalnya, ada seorang anak tunggal. Ia diberi pendidikan cukup, perhatian ekstra dan segenap cinta pastinya. Singkat kata, ia punya pekerjaan yang mapan dan menikah dengan wanita pilihan hatinya. Orang tua merestui.
Tetapi, ada soal saat isterinya cemburu pada sikap suaminya yang terus memperhatikan orangtuanya. Di masa senja, saat tubuh tidak bugar lagi harapan orang tua ya buah hatinya, si Anak tunggal dengan menjawab pada istrinya,
"Bagimana aku mau melupakan orangtua sedangkan yang mengantarkan aku pada kemapanan sekarang adalah mereka, aku mencintaimu tapi tidak akan melupkan rasa cintaku pada mereka," begitu jawaban lelaki tegas itu.
Sampai sini saya teringat dengan cerita di buku Dalam Dekapan Dakwah karya Ustaz Salim Fillah, yang mana ada seorang laki-laki muda tapi terlihat tua. Satu pesawat waktu itu. Tidak ada spesial dengan laki-laki itu, kurus, hitam dan tak menarik.
Namun, di balik itu ialah pahlawan di keluarganya. Bapaknya meninggal dengan kondisi ekonomi yang krisis. Ibu yang sakit-sakitan. Di sini lah ia hadir, semangat mengelola sawah mendiang bapaknya. Ia rela menutup semua cita-citanya.
Berkah dari ketulusan itu, Allah menjawab dengan satu per satu adiknya mendapat pendidikan yang cukup bahkan sampai kampus elit, bersaing dengan ragam orang. Ekonomi keluarga mulai membaik dan kemudahan lain.
Ya, ternyata di balik hal biasa ada mutiara tersimpan. Ada kakak di sana yang ikhlas berjuang, yang kadang orang yang diperjuangaknnya abai memperhatikannya. Begitulah, ia dari awal sudah ikhlas, ini yang membuat ia tak terlalu memikirkan ocehan negatif.
Sampai di sini, kalau kamu punya orang yang memperjuangkan kamu, jangan tutup mata. Jangankan yang sudah menikah, ya belum pasti ada hal yang ia korbankan. Tidak mampu memberi materi, minimal kamu hargai atas dedikasi nya. Itu saja. (***)
Pandeglang, 16 Agustus 2023 10.49
0 Komentar
Menyapa Penulis