Tidak Serapuh Itu

Tangan yang lemah siapa nyana punya banyak kekuatan. (Sumber Pixabay)

Maaf, untuk kata itu, dua kata yang barangkali buatmu sedikit tersudut. Sungguh pun begitu, tak ada ingin terkecuali membuatmu terjaga. Tidak takut dengan rentetan masalah dan ujian yang kerap kali membuat kamu menangis,

"Ibu, aku rindu!" katamu. "Kenapa Ibu pergi dan tidak melihat anakmu di sini, sekecil ini menghadapi ujian. Tanpamu. Tanpa pelukan dan kecupan hangat darimu. Ibu, aku rindu. Bu, aku sayang, kapan kita bersua seperti mereka yang dipeluk hangat ibunya dengan penuh cinta."

"Serindu itu, sayang?"

"Lebih dari itu."

Dan akhirnya aku hanya kebingungan. Setitik air mata darimu itu luka bagiku. Luka yang sering buat dadaku sesak. Menekan rasa yang akhirnya cemas. Aku ingin melarang itu, namun ada hal yang pada akhirnya buatku berdamai.

"Air mata wanita adalah bahasa hatinya. Biarkan itu tertuang dengan tangis dan lupan kesedihan. Biarkan itu." kata penulis yang entah siapa.

"Aku tak ingin ia menangis!"

"Ketika kamu melarang ia menangis sama membiarkan bumi tanpa hujan, yang ada adalah tandus, Kering dan sunyi."

"Aku sayang dia. Aku rindu dia."

"Terus?"

"Entahlah."

"Biarkan ia berjuang dengan hidupnya. Masalahnya. Serta apa saja yang kini buat ia terpuruk. Jangan pergi, temani. Meski pun kadang ia belum memahami apa yang kamu lakukan. Belum paham apa yang kamu pikirkan. Cinta adalah soal ketulusan. Memberi tanpa harus berharap lebih."

Selama ini aku merasa gelap dan terlalu cemas dengan dirimu, tapi penulis yang entah siapa itu memang benar, kita harus memberi ruang kamu tumbuh, berjuang dengan apa yang ingin dicapai.

Di mana pun kebahagiaan adalah soal usaha. Siapa yang mau usaha dan benar dengan niatnya, ia akan sampai pada tujuan cerah masa depan. (***)

Pandeglang, 23 Agustus 2023    18.05 

Posting Komentar

0 Komentar