![]() |
Ilustrasi anak-anak Melihat lembaran. (Sumber: dokumen Rumah Dunia) |
"Maaf ya, maaf ayang atas kesalahan yang aku lakukan," katamu dengan emot sendu.
Sore ini jadi saksi, kalau tidak semua senyuman itu manis, mungkin ada saat kita harus berusaha tersenyum walau hati kita tidak baik-baik saja. Ya sudah, toh semua sudah terjadi, tinggal bagaimana kita selanjutnya memperbaiki atau cukup sudah semua hal yang sudah kita perjuangkan.
Aku sungguh prihatin, entah apa yang harus aku katakan. Aku paham kenapa masa lalu menyapa kembali, aku pun paham terkait sikapmu. Tetapi aku gagal paham dengan rasaku yang seakan terbakar oleh... sesuatu yang, kalau kamu peka akan paham.
Di satu sisi aku ingin percaya, di sisi lain kadang ragu dengan rasa percaya itu. Bukan menganggap rendah terhadap apa yang sudah kamu lakukan, aku hanya tengah memikirkan terkait rasa yang buatku gundah sendiri.
Akan di bawa ke mana apa yang sekarang kita bangun bersama?
Cinta ini sebenarnya tentang kenyataan, bukan sekadar pengakuan agar saling sama-sama tahu. Untuk itu, cinta butuh resiko. Kita tidak sedang bicara cinta antara dua jenis kelamin saja, pun dalam artian luas begitu. Cinta memang kumpulan kesepakatan yang diharapkan. Tidak untuk mereka yang tidak mau, semua akan sia-sia.
Kalau untuk masalah sekarang saja kita harus selalu ribut, entah nanti saat dunia kita berbeda. Kita punya kesibukan dan memiliki waktu sempit sekali untuk berbicara sehangat sekarang, apa yang dapat merendam kecemburuan itu?
Jauh di dasar hati aku percaya, ini hanya khilaf yang harus diperbaiki. Aku beri kamu kesempatan untuk kembali memperbaiki. Aku memang kecewa, tetapi aku harus menghargai caramu jujur. Berat memang, pahit sih. Biarkan saja.
Berdiri dengan kejujuran walau pahit lebih baik daripada bersama dalam kecurigaan. Aku kira itu bagian usaha yang perlu kita tiru dari para pendahulu kita. Bagaimana dari mereka tidak kita dengar mudah sekali memutusakan sebuah kebersamaan karena alasan tidak cocok lagi. Tapi hari ini, janji dan keputusan seperti sebuah hal mudah diobral.
Lepas dari itu, aku melihat masalah ini sebagai ujian kenaikan kelas lagi. Setelah kemarin lelah seteru, sekarang datang lagi hal yang begitu saja hadir. Entah besok apalagi. Apa aku masih kuat. Apa kita masih terbuka untuk terbuka bicara.
Sore ini jadi saksi, kalau tidak semua senyuman itu manis, mungkin ada saat kita harus berusaha tersenyum walau hati kita tidak baik-baik saja. Ya sudah, toh semua sudah terjadi, tinggal bagaimana kita selanjutnya memperbaiki atau cukup sudah semua hal yang sudah kita perjuangkan. (***)
Pandeglang, 1 Agustus 2023. 17.09
0 Komentar
Menyapa Penulis