Kursi yang Berjejer

Kursi yang tidak diperebutkan. (Sumber Pribadi)

Kumpulan kursi itu membisu. Sunyi dengan gerakan. Tak ada yang merebutkan. Padahal di luar sana banyak sekali orang yang berebut kursi. Tapi di sini kursi hanya diam menjadi hiasan.

Kadang aku bingung kenapa harus berebut kursi sampai pula gontok-gontokan. Tak kurang menguras harta warisan atau simpanan. Heran pula kenapa segitunya sampai lupa rasa malu dan kemaluan, bingung membedakan mananya.

Melihat banyak kursi itu, tiba-tiba saya menguap dan tak lama terlelap dibuai mimpi di salah satu kursi paling depan. Begitu saja tertidur diiringi lagu-lagu yang menghentak sukma. 

Dari sana saya berpikir, pantesan banyak orang berebut kursi karena memang duduk di kursi yang mahal enak lagi nyaman. Apalagi ditambah lagu-lagi romantisme. Belum hidangan lezat juga kopi terhidang nikmat di depan mulut.

Siapa yang tak mau? Pasti mau. Jangan samakan kursi empuk dengan kursi di sekolahan yang tak ada busanya itu. Jauh banget, gak punya sensasionalnya. Ini mah beda, saya saja lupa kalau saya lagi tidur. Lupa sama teman di depan yang duduk, saya tidur.

Oleh karena itu, kursi itu memang alat. Alat untuk kenyamanan kita, beda kelas beda harga. Beda kualitas beda perawatan. 

Meskipun demikian kita harus tahu diri, mana kursi yang layak kita duduki dan pantas kita lihat saja. Seperti tadi siang, saya melihat kursi membeku tanpa ada yang merebutkannya.

Kasihan nasib kursi diperebutkan musiman saja. Sehari-hari teronggok di gedung nan membisu. (***)

Pandeglang, 27 Agustus 2023    22.18

Posting Komentar

0 Komentar