![]() |
Ilustrasi tentang catatan belanja yang hilang. (Sumber/Pixabay) |
Tadi pagi aku disuruh Emak belanja ke Pasar. Berangkat saat mentari mengintip bumi. Emak memberikan daftar belanja apa yang harus dibeli dan uangnya. Sebenarnya agak malas ke Pasar setelah tadi malam bertempur dengan gelap, entah sampai jam berapa, mata masih terasa panas.
Mana bisa Emak di lawan inginnya? Ya, setelah mandi dan sarapan ala kadar aku berangkat. Singkat cerita, sampai aku di Pasar. Namun, sampai di Pasar aku dibuat panik. Aku obrak-abrik isi tas, tetap saja tak ada.
Ke mana kau catatan belanja dan uang?
Panik setengah mati, ah pasrah nanti kena marah Emak? Terus ini gimana, masa harus pulang lagi? Cemas banget. Sebagai obat kecewa aku hanya membeli biskuit. Tak mahal, cuma sembilan ribu.
Sepanjang menuju parkiran pikrian tidak fokus, terlebih ada yang menyapa,
"Hey, belanja?"Sapa seorang bapak setengah baya.
"Ya," kataku sambil tersenyum masam juga jabat tangan.
"Kin mah, mun ngirim kuota sakalian pake nambah masa aktif. Soalna iye operator sms bae," ujarnya dengan bahasa Sunda.
"Atuh, eta mah ges sapaket We," kataku. We itu kependekan dari RW. Ia RW di kampungnya. Tidak lama aku mengobrol, langsung capcus pulang.
Pikiran aku gak fokus, di mana itu uang dan catatan jatuh. Apa di pedagang ayam saat tadi beli usus? Apa jatuh di jalan? Tapi masa iya, terus gimana kalau ada yang memanggil.
Di kendaraan menuju pulang, mataku terus melihat sana-sini. Apalagi saat ada Polisi menatap fokus, aku melawan arah, aku tak peduli. Aku cemas, di mana itu uang dan catatan, jangan sampai kena marah Emak!
Ketika di Cikondang, tiga kilo dari Pasar mataku dibuat tertarik oleh sebungkusan kresekj hitam ditali secara rapi. Aku berhenti dan memperhatikan, apakah itu plastik kresek yang menyimpan uang dan daftar belanja? Soalnya, tadi, uang dan catatan belanja aku masukan ke plastik hitam. Jangan-jangan.
Masa iya? Separuh hatiku berbicara, 'Ya sudah sih, cek aja. Namanya ikhtiar.' Aku datangi itu kresek, dia bergoyang diterpa angin jalanan. Aku ambil, buka dan cek. Ah, jangan-jangan kumpuan sampah yang dibuang sembarangan.
Setelah aku cek dengan teliti, benar saja itu uang dan daftar belanjaan dari Emak. Masya Allah, aku berkaca-kaca. Tapi tak ada yang tahu dan melihat, kresek itu sungguh jadi kejutan sekaligus renungan di pagi ini.
Fokus itu penting. Waspada agar tidak kecewa. Terkadang aku memang kurang hati-hati dalam menyimpan uang apalagi dengan rasa lupa menjangkit. Cukup sudah.
Setelah itu, aku langsung ke Pasar lagi. Membelanjakan sesuai daftar. Walau capek aku senang, ya kan ada uangnya. Tebak saja belanja tanpa uang, bisa-bisa aku dianggap orang..., apa hayo?
Jam sepuluh baru pulang ke rumah. Panas membakar sepanjang pulang. Sepanjang pulang aku memikirkan diriku yang selama ini kekurangan fokus. Jiwaku lari terlalu jauh sehingga sulit aku kendalikan.
Yaps. Jatuhnya daftar belanja dan uang itu menjadi cambuk agar aku kembali. Kembali pada apa yang harus aku lakukan dan capai. Buku tentang Pram akan selesai, aku merencanakan menuntaskan biografi Karni Ilyas yang beberapa sempat aku baca. (***)
0 Komentar
Menyapa Penulis