Sikap Saya Melihat Gerak Politik Praktis


Adik saya menawari program pojok baca. Hasil kerja sama dengan partai besar. Itu salah satu proyek menuju 2024 nanti. Aku tegas katakan, tidak mau. Alasannya, tidak mau ribet.

Kok ribet? Gimana tidak ribet, yang memberi punya kepentingan suara. Dia butuh pendongkrak suara dan corong untuk menyuarakan gagasannya, maka program yang ada selain untuk mengedukasi juga untuk menarik simpati.

Aku gak mau ribet. Dari dulu selalu begitu. Pernah berapa kali ditawari menjadi "saksi paslon" di kontestasi politik, entah suka sekali aku tolak. Aku kok merasa resah dan tidak enak hati. Itu saja. Mungkin aku sok idealis di zaman yang serba cuan ini, tapi ya sudah.

Mau disebut munafik juga terserah. Toh, itu kata mereka. Bukan kata Allah atau tersurat di hadits Nabi. Lagian aku punya alasan.

Pertama. Istafti qolbak, mintalah fatwa ke hatimu itu sabda Nabi. Dalam hal apa? Hal yang buat kita cemas, ragu dan bingung memutuskan sikap. Hati yang sering diasah pada kebenaran bisanya lebih jernih daripada air sering tercampur pewarna kehidupan.

Kedua. Pesan dari Habib Umar. Disampaikan oleh Habib Jindan, yang mana katanya Habib Umar berpesan kepada para politisi di salah acara yang isinya beliau tidak akan mengajak masyarakat hanya pada satu partai mana pun.

Tugas beliau adalah mengajak Ummat kepada Allah bukan pada partai tertentu. Begitupula para politisi diajak beliau kepada Allah. Jadi sekali-kali, kata beliau, mengajak kami untuk mendukung pada satu partai saja.

Dua hal ini bagiku sudah jelas. Aku tidak benci dengan aktivitas dan gerak politisi. Hanya saja untuk diriku kurang nyaman. Jiwaku belum bebas dan nyaman. Itu saja. Sederhananya, seperti punya rujukan gitu. (***)

Pandeglang, 7 September 2023   00.35

Posting Komentar

0 Komentar