Saat Usia Tak Selalu Jadi Ketakutan

Biarkan semua berjalan sampai di mana
 kita yakin, semua tidak siap-siap. (Pixabay. com)

"Kenapa sebesar ini kamu memberi kasih dan cinta, tidak takutkah kecewa?" tanyaku padanya di sisa lelah siang. Tapi malam nampaknya kalah oleh rindu, berkecamuk di dasar hati.

"Kok ngomongnya begitu," jawabnya terasa berat terbaca.

Ya kenapa begitu, kata hatiku. Ya mungkin karena cinta tidak peduli apa dan dengan siapa. Cinta adalah soal ketulusan, ia akan mengalir di alur yang ia mau. Tak peduli kelas sosial, tidak peduli usia dan tak peduli jarak.

"Tapi aa tahu kan, usia kita terlalu jauh untuk disatukan. Tidakkah bakal malu dengan ucap usil mereka," ujarnya dengan kecemasan.

Sejak kapan usia jadi perkara hambatan? Mungkin sejak kita melihat hanya secara meteril. Padahal usia adalah takdir pasti, sedangkan perasaan itu upaya kita. Ikhtiar kita. 

Kenapa harus takut usia kalau Nabi kita pun bahagia meskipun secara usia berbeda dengan Ummul Mukminin Siti Khadijah, hampir Ulama ahli sejarah sepakat dengan ini. Lantas setelah pupus, Nabi menikahi Saudah lantas siti Aisyah yang secara usia jauh sekali.

Sejarah mencatat, isteri yang paling dicintai Nabi itu siti Khadijah. Seseorang wanita pertama yang masuk Islam dan terdepan penopang masa awal perjuangan Nabi di Mekkah. Wajar secara psikologis jiwa Nabi terikat dan kasih tiada batas, bahkan sampai siti Aisyah dibuat cemburu karenanya.

Tetapi kita pun tahu, puteri tercinta Abu Bakar itu isteri yang paling Nabi cintai. Isteri yang terbanyak meriwayatkan hadits dan punya majlis khusus mengajarkan hadits setelah nabi wafat. Dari riawayat yang ada, Siti Aisyah dinikahi sekitar 7 tahun dan ditinggal wafat usia 18 tahun. 

Cinta dan didikan Nabi ini berpengaruh besar terhadap perkembangan dakwah sepeninggalnya. Semua istri nabi adalah tempat Ummat bertanya dan meminta fatwa. Yang perlu kita tahu, nabi hanya punya satu isteri yang dinikahi masih gadis, itulah Ibunda Aisyah radiallahu anha.

Singkatnya, secara usia berbeda jauh tapi sejarah memberi kita pelajaran bukan usia yang membuat orang sukses dalam sebuah hubungan tapi prinsip juga cita-cita luhur. 

Barang kali kita berpikir, prinsip seperti apa yang dimaksud? Yaitu prinsip perjuangan. Demi lahir generasi rabbani yang tahu untuk apa dicipta di bumi dan akan ke mana setelah masa aktif usianya habis di bumi, itulah prinsip.

Jangan berpikir setelah kita bersama selesai semuanya. Tidak sama sekali. Jesteru bersama adalah awal hidup baru dengan pembaharuan sikap. Akankah lebih baik atau justeru kata-kata hanya sekedar teori tanpa bukti belaka.

"Hemm, terus seberapa kuat menunggu," kataku.

"Sekuat usahamu membuka mataku, dunia ini tidak seperti pikiran sempitku dulu," ujarmu dengan mantap.

Dadaku terasa berdebar-debar. Jiwaku seperti terbang. Aku mabuk, mabuk oleh kata-kata. Oleh rindu. Oleh harap. Oleh syukur pada Sang Kuasa, "Maka nikmat mana lagi yang kamu dustakan?!" Lebih dari 20x diulangi di surat ar-rahman. (***)

Pandeglang, 13 Oktober 2023   23.09

Posting Komentar

0 Komentar